Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rugikan Negara Rp1,6 Miliar, DJP Jatim I Sita Aset Wajib Pajak di Surabaya

Modus yang digunakan tersangka adalah menggunakan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya (TBTS).
Petugas DJP Jatim I menyita aset milik tersangka pelanggar pajak di Sukomanunggal Surabaya. /Dok. DJP Jatim I
Petugas DJP Jatim I menyita aset milik tersangka pelanggar pajak di Sukomanunggal Surabaya. /Dok. DJP Jatim I

Bisnis.com, SURABAYA - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I (Kanwil DJP Jatim I) menyita aset wajib pajak yang menjadi tersangka penggunaan faktur pajak yang tidak Sesuai Transaksi sebenarnya (TBTS).

Kepala Kanwil DJP Jatim I John L. Hutagaol menjelaskan penyitaan dilakukan karena tersangka MY diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan 2018 dan 2019, yaitu melanggar Pasal 39A huruf a dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 

“Modus yang digunakan adalah menggunakan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya (TBTS) sehingga mengakibatkan kerugian pada pendapatan Negara sebesar Rp1,6 miliar,” ujarnya dalam rilis, Jumat (30/12/2022).

Dia mengatakan PPNS Kanwil DJP Jatim I pun menyita aset tersangka berupa bangunan rumah kos dengan luas tanah 193 m2 dan bangunan 386 m2 yang berada di Sukomanunggal. 

Tindakan penyitaan telah mendapatkan izin dan penetapan sita dari Ketua Pengadilan Negeri Surabaya pada 23 Desember 2022. Tersangka MY menyerahkan dokumen dan aset kepada Tim Penyidik dengan disaksikan S dan W selaku pegawai PT SBK. 

“Objek yang disita tersebut telah dilakukan penilaian oleh Fungsional Penilai Kanwil DJP Jawa Timur I dengan nilai pasar Rp1,8 miliar,” katanya.

John menambahkan, penyitaan dilakukan untuk mengamankan aset tersangka sebagai jaminan pemulihan atas kerugian pada pendapatan negara. Penyitaaan ini juga diperlukan untuk menghindari penghilangan maupun pemindahtanganan aset tersangka. 

“Aset tersebut selanjutnya dapat dirampas untuk pembayaran putusan denda sesuai amanat Pasal 44 dan Pasal 44 C Undang-Undang Nonor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan,” katanya.

John mengatakan dalam melakukan upaya penegakan hukum, pihaknya selalu mengedepankan asas ultimum remedium (hukum pidana dijadikan sebagai upaya terakhir dalam rangkaian penegakan hukum), yaitu aktif dengan melakukan edukasi, penyuluhan, imbauan dan konseling terkait hak dan kewajiban perpajakan serta untuk meningkatkan kepatuhan sukarela pemenuhan kewajiban perpajakan. 

“Tindak penyitaan aset milik tersangka ini merupakan komitmen DJP untuk bertindak tegas dalam menjalankan aturan terhadap wajib pajak yang dengan sengaja melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi wajib pajak lain,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper