Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Jatim Ajak Pengusaha Optimalkan Pemanfaatan Transaksi Mata Uang Lokal

Penyelesaian transaksi perdagangan, remitasi dan investasi langsung dengan mata uang lokal ini juga dilakukan untuk mengurangi dominasi dolar AS.
Kepala BI Jatim, Budi Hanoto saat sambutan sosialisasi Local Currency Settlement. Tangkapan Layar Youtube
Kepala BI Jatim, Budi Hanoto saat sambutan sosialisasi Local Currency Settlement. Tangkapan Layar Youtube

Bisnis.com, SURABAYA - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Timur (BI Jatim) mendorong pemanfaatan program Local Currency Settlement (LCS) dalam setiap kegiatan transaksi antar negara atau bilateral guna mendukung percepatan pemulihan ekonomi melalui peningkatan daya saing perdagangan internasional.

Kepala BI Jatim, Budi Hanoto mengatakan pemanfaatan LCS atau penyelesaian transaksi perdagangan, remitasi dan investasi langsung dengan mata uang lokal ini juga dilakukan untuk mengurangi dominasi mata uang dolar Amerika.

Mengurangi dominasi dolar Paman Sam dalam transaksi perdagangan dan investasi di Indonesia akan berdampak pada menurunnya risiko global shock yang bersumber dari hard currency tersebut.

“LCS ini sangat penting dan relevan karena memang momentumnya dalam kondisi perekonomian dan pasar global yang penuh ketidakpastian dan penuh risiko dari dampak moneter negara maju,” katanya dikutip dalam siaran YouTube Sosialiasi LCS, Selasa (23/8/2022).

Selain itu, LCS juga relevan dengan Indonesia yang perekonomiannya sangat terbuka, termasuk Jatim sebagai hub ekspor-impor di Kawasan Timur Indonesia. 

“Namun ini tidak terlepas dari risiko global, sehingga kami memandang LCS merupakan solusi alternatif terhadap transaksi bilateral,” ujarnya.

LCS sendiri dilakukan dalam mata uang dan penyelesaian di masing-masing negara. Sebagai contoh, transaksi perdagangan antara Indonesia dan Jepang yang dilakukan setelmen di Indonesia maka mata uang yang digunakan yakni Rupiah.

Sebaliknya, jika transaksi di Jepang maka menggunakan Yen. Metode ini diharapkan dapat lebih efisien dan menekan biaya konversi transaksi ke mata uang dolar AS.

Budi memaparkan ekonomi Jatim sendiri mampu tumbuh 5,74 persen (yoy) pada kuartal II/2022 di atas capaian ekonomi nasional 5,42 persen. Pendorongnya adalah konsumsi rumah tangga, investasi serta ekspor meskipun sedikit melambat.

“Namun sektor unggulan Jatim yang menjadi penopang Jatim adalah manufaktur, pertanian, perdagangan dan konstruksi. Secara neraca perdagangan Jatim memang defisit US$42,8 miliar, tetapi neraca perdagangan antar daerah masih surplus,” jelasnya.

Membaiknya ekonomi Jatim ini juga ditopang investasi yang tumbuh 7,84 persen (yoy) yang disumbang investasi dari Amerika Serikat, China dan Jepang. Namun sayangnya, porsi transaksi LCS masih terbatas dan masih didominasi dari kegiatan impor.

“Importir memanfaatkan LCS untuk pembayaran barang-barang impor, seharusnya ekspor juga bisa dimanfaatkan,” ujarnya. 

Adapun saat ini pemanfaatan LCS di Jatim secara kumulatif masih dilakukan dengan mata uang China, Jepang, Malaysia dan Thailand yang telah bekerja sama dengan Indonesia.

Saat ini di Jatim juga terdapat 337 korporasi yang terdaftar, tetapi hanya sebanyak 15 korporasi yang sudah memanfaatkan LCS.

“Memang masih sedikit karena kurangnya awarness dan terbatas beberapa negara pilihan. Untuk itu kita perlu mengkampanyekan, dan terus menggalakkan karena ekspor impor kita tumbuh mengesankan. LCS jadi program yang perlu dikeroyok bersama supaya kita bisa memitigasi risiko-risiko,” imbuhnya.

Wakil Gubernur Jatim, Emil Dardak meyakini jika Jatim sebagai mesin industri dan perdagangan bisa mengoptimalkan LCS maka daya saing perdagangan internasional bisa tercapai.

Deputi Gubernur Senior (DGS) BI, Destry Damayanti mengatakan program LCS ini akan terus dikembangkan ke beberapa negara terutama yang memiliki hubungan transaksi perdagangan barang dan jasa dengan Indonesia.

“Kita sudah punya kesepakatan dengan 5 negara Asean, dalam waktu dekat akan MoU dengan Singapura, dan akan terus ditingkatkan hingga ke Korea, India dan Saudi Arabia,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Peni Widarti
Editor : Wahyu Arifin
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper