Bisnis.com, SURABAYA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Timur menyambut positif kebijakan pemerintah yang mengatur importasi melalui neraca komoditas melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 25/2022.
Adapun Permendag No.25/2022 ini merupakan perubahan atas Permendag No. 20 Tahun 2021 yang memiliki tujuan memberikan kemudahan importasi bagi pelaku usaha dengan sistem digitalisasi yang transparan dan efisien.
Ketua GINSI Jatim, Bambang Sukadi menilai permendag tersebut sangat baik lantaran memberikan aturan yang lebih dinamis serta disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dalam negeri.
“GINSI sangat mendukung, misalnya impor pangan, ada data dari kementerian terkait apakah sedang dalam masa panen atau tidak sehingga kondisi itu menentukan kita perlu impor atau tidak, serta kuota impor,” ujarnya dalam Sosialisasi Permendag No. 25 Tahun 2022, Kamis (14/7/2022).
Dalam kegiatan sosialisasi Permendag No.25/2022 hasil kerja sama GINSI Jatim dan PT Indra Jaya Swastika (IJS) tersebut, Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono menjelaskan terdapat 2 aturan yang tertuang dalam Permendag yang baru ini, yakni semua kegiatan importasi komoditas akan masuk dalam neraca komoditas, serta pengajuan impor harus dilakukan secara digital.
“Melalui satu neraca komoditas maka kuota impor yang akan ditentukan tidak keluar dari neraca komoditas dan sesuai dengan usulan yang masuk. Kemudian melalui pengajuan impor digital/online maka tidak akan ada lagi pelaku usaha bertemu dengan petugas Kemendag agar transparan,” jelasnya.
Baca Juga
Selain itu, lanjut Veri, dalam aturan baru ini, penentuan kuota impor disesuaikan dengan usulan yang masuk pada neraca komoditas yang disetujui oleh seluruh penentu kebijakan, di antaranya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian.
“Jadi yang menentukan kuota impor bukan kami, tetapi lembaga terkait. Kita sebagai hilirnya mengeluarkan izin impor, tetapi pembahasanya diputuskan melalui rapat yang tertampung dalam neraca komoditas. Ada pertimbangan teknisnya, ada rekomendasi," ujar Veri.
Veri mencontohkan pada komoditas baja selama ini kebutuhan di dalam negeri mencapai 3 juta ton, maka kuota impor untuk baja tidak bisa mencapai 3 juta ton. Begitu juga dengan komoditas pangan seperti gula, jika rekomendasi dalam neraca komoditas butuh sebanyak 1 juta ton, maka kuota impor yang diizinkan tidak lebih dari jumlah tersebut.
“Peraturan ini berupaya menjaga stabilitas perdagangan, apalagi baja pernah menjadi penyumbang terbesar kedua untuk defisit perdagangan,” imbuh Veri.