Bisnis.com, MALANG — Penjualan rumah terutama rumah bersubsidi diperkirakan moncer pasca-Lebaran karena banyaknya dana merembes ke daerah dampak dari mudik.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim Makhrus Sholeh mengungkapkan tren sudah baik pada pekan pertama dan kedua Ramadan. Menurutnya, terjadi pertumbuhan 20 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
“Namun, pada periode kedua dan terakhir Ramadan, tren menurun. Hal itu dimaklumi karena masyarakat berkonsentrasi menghadapi Lebaran sehingga memutuskan menunda rumah,” ujarnya, Kamis (5/5/2022).
Setelah Lebaran, pihaknya optimistis tren penjualan rumah, terutama rumah bersubsidi, akan kembali menggeliat. Hal itu dipicu membaiknya ekonomi dengan telah adanya mobilitas masyarakat bersamaan dengan meredanya Covid.
“Selain itu, penjualan rumah pada masa pandemi berada pada titik terendah. Karena itulah, saat Covid mereda, maka bisnis ini mengalami rebound,” jelasnya.
Respon daerah, lanjut dia, sebagian sudah bagus. Perizinan persetujuan pembangunan gedung (PBG) sudah bisa direalisasikan, namun ada daerah yang belum bisa menerapkan sehingga birokrasinya menjadi lama dan panjang.
Baca Juga
Ada juga daerah yang masih kurang responsif dalam menerbitkan izin penerbitan site plan sehingga menghambat pembangunan rumah, termasuk rumah bersubsidi.
“Masalah-masalah seperti itu harus segera diperbaiki sehingga pengadaan rumah menjadi lancar dan pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat dapat terpenuhi,” paparnya.
Namun, dia mengingatkan, ketentuan mengenai lahan sawah yang dilindungi atau LSD jangan sampai mematikan usaha pengembang, terutama pengembang perumahan bersubsidi, karena kesulitan mendapatkan lahan maupun karena alasan regulasi lainnya.
Ketentuan mengenai LSD harus jelas jenis sawah seperti apa yang harus dilindungi sehingga daerah bisa lebih pas dalam penerapannya.
“Karena itulah, perlu koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah dalam penerapan mengenai LSD sehingga tidak terjadi tumpang tindih,” ujarnya.
Jika yang dimaksud LSD berupa sawah teknis dengan hamparan luas, kata dia, maka dapat dimengerti jika memang harus dilindungi. Namun, jika sawahnya berupa sawah tadah hujan, maka mestinya masih berpotensi dikonversi menjadi lahan terbangun, lahan yang bisa dimanfaatkan untuk perumahan.
Begitu juga dengan pengembang yang sudah terlanjur mengantongi izin berupa site plan dan lainnya untuk dibangun perumahan, menurut dia, maka mestinya tidak terkena peraturan tersebut. Mestinya pengembang diberikan relaksasi untuk meneruskan membangun rumah.
“Ini sempat menjadi masalah. Beruntung pemerintah mengambil kebijakan, pengembang yang sudah terlanjur mengantongi perizinan boleh meneruskan membangun rumah di lahan persawahan yang sudah dibebaskan,” ujarnya.
Namun, untuk pengembang yang sudah membebaskan lahan tapi belum mendapatkan izin, kata dia, masih belum ada solusi. Padahal, kata Makhrus, pengembang yang tergabung dalam Apersi sebagian besar membangun rumah bersubsidi dan tergolong pengembang kecil.
“Jika mereka sudah membebaskan lahan dan tidak bisa membangun rumah, maka mereka akan kolaps karena modalnya terbatas. Ini perlu dicarikan solusinya,” jelasnya.