Bisnis.com, MOJOKERTO - Produsen Baja Lapis Aluminium Seng (BjLAS) PT Sunrise Steel memproyeksikan kinerja industri baja pada 2022 dapat tumbuh mencapai 30 persen seiring dengan rencana pemerintah yang akan mengeluarkan kebijakan neraca komoditas yang diyakini dapat mengontrol importasi produk baja.
Presiden Direktur Sunrise Steel Henry Setiawan mengatakan industri baja punya optimisme untuk meningkatkan kinerja penjualan, khususnya untuk memenuhi pasokan dalam negeri.
“Saat ini pemerintah sedang menggodok aturan baru di Kementerian Perdagangan yang diharapkan kebijakan neraca komoditas ini pro industri dalam negeri. Harapannya tahun depan sudah diimplementasikan,” ujarnya saat penandatangan kerja sama Sunrise Steel & Krakatau Steel pada akhir pekan lalu.
Dia mengatakan bahwa target pertumbuhan 30 persen tahun depan yang cukup tinggi tersebut bukan karena mencerminkan adanya peningkatan konsumsi, tetapi dalam arti industri baja dalam negeri mampu merebut pasar produk impor yang ada di Indonesia.
“Makanya kami berharap pengurangan impor melalui kebijakan neraca komoditas yang akan menyeimbangkan antara pasokan dan kebutuhan sebenarnya, sehingga jumlah baja yang harus diimpor itu sesuai dengan kebutuhan saja,” ujar Henry yang juga Ketua Klaster BjLAS Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISA) itu.
Untuk itu, lanjut Henry, industri dalam negeri akan memaksimalkan utilisasi industri. Kapasitas terpasang Sunrise Steel sendiri saat ini mencapai 400.000 ton/tahun di 2 lini pabrik. Namun utilitas saat ini hanya mampu sekitar berproduksi 50 - 60 persen atau 200.000 an ton.
Menurutnya, kapasitas industri dalam negeri masih sangat mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik. Hanya saja, industri tidak bisa begitu saja menggenjot utilitas produksi di saat 50 persen pasar masih dikuasai produk impor.
“Kapasitas kami di dalam negeri cukup untuk memasok, suplai bahan baku juga cukup. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah keseimbangan antara pasokan dalam negeri ke pasar dengan jumlah kuota yang harus diimpor,” ujarnya.
Henry mengatakan Sunrise Steel sendiri telah melakukan kerja sama dengan PT Krakatau Steel Tbk (KS) yang akan memasok bahan baku bagi Sunrsie sebesar 130.000 ton atau meningkat 10 persen dibandingkan tahun lalu.
“Penambahan bahan baku dicerminkan dengan peningkatan utilitasi dan kemampuan suplai dari KS,” imbuhnya.
Selain itu, Sunrise Steel juga telah memproduksi produk hilirnya KS sebanyak 10.000 ton yang dipasarkan melalui entitas anak bernama PT Kencana Baja Trada.
Direktur Komersial Krakatau Steel Melati Sarnita menambahkan melalui perjanjian kerja sama tersebut diharapkan Sunrise Steel bisa meningkatkan servis dan pemenuhan kualitas bahan-bahan baja.
“Termasuk kerja sama dengan Himpunan Aplikator Indonesia (Hapi) guna meningkatkan pemakaian baja ringan untuk perumahan di Indonesia,” imbuhnya.
Soal kebijakan nercana komoditas, kata Melati, KS pun berharap aturan itu dipakai sebagai basis penghitungan kebutuhan produk impor, sehingga barang-barang yang beredar di pasar lebih transparan datang dari mana, diimpor oleh siapa dan berapa banyak.
“Semua pemain baja nasionak itu secara konsisten sudah investasi hingga US$12 miliar dari produk hulu Sampai hilir, tetapi utilisasinya cuma 50 persen. Nah kita mau agar impor-impor itu berhenti agar produk kita optimal, bukan cuma soal untung rugi perusahaan, karena margin baja itu hanya 3 - 5 persen, tetapi baja ini industri strategis yang memberikan multiplayer effect sehingga perlu diperjuangkan,” imbuhnya.