Bisnis.com, MALANG — Upah minimum Kota Malang diusulkan Rp2,994 juta atau naik Rp23.000 dibandingkan UMK 2021.
Wakil Dewan Pengupahan Kota Malang, Wildan Syafitri, mengatakan usulan besaran nominal UMK Kota Malang 2022 itu sudah mengacu PP.36/2021 tentang Pengupahan.
“Kami tidak berani menyimpang dari PP tersebut karena akan punishment dari Kemendagri bagi daerah yang melanggar,” ujarnya di Malang, Kamis (18/11/2021).
Namun, kata dia, penentuan UMK mengacu PP.36 tahun 2021 sebenarnya sudah memperhatikan kepentingan dua sisi, buruh dan perusahaan. Dari kepentingan buruh, aspek kesejahteraan mereka diperhatikan dengan mengacu pada inflasi.
Inflasi yang dihitung, inflasi yang tertinggi antara kota/kabupaten dan provinsi. Jika ternyata inflasi kota lebih rendah daripada inflasi provinsi, maka acuannya menggunakan inflasi regional.
“Seperti di Kota Malang, inflasi sampai September sebenarnya hanya 1,4 persen, lebih rendah dari Jatim yang mencapai 1,5 persen sehingga yang digunakan inflasi Jatim,” ucapnya.
Baca Juga
Namun dari sisi buruh, kata dia, menilai inflasi 2021 sebenarnya bisa lebih tinggi jika memperhatikan proyeksi inflasi sampai akhir tahun, tidak sebatas sampai September.
“Usulan tersebut tidak bisa diakomodasi karena PP mengatur rigid tentang inflasi yang menjadi dasar perhitungan pengusulan UMK,” katanya.
Sedangkan dari sisi kepentingan usaha, memperhatikan aspek pertumbuhan ekonomi. Intinya, jika ada pertumbuhan ekonomi, maka sektor usaha akan bisa bertahan meski upah naik.
Menurut Wildan, buruh juga meminta agar pemerintah mengawasi perusahaan dalam penerapan UMK karena berkaca pada 2021, ada banyak perusahaan di Kota Malang yang tidak melaksanakannya. Artinya, perusahaan tidak membayar pekerjanya sesuai UMK.
Menurut dia, sebenarnya jika ada perundingan bipartit antara pekerja dan perusahaan terkait dengan pembayaran upah, maka pemerintah tidak bisa melarang.
Mekanisme perundingan bipartite sebenarnya sudah adil, karena pekerja sebenarnya mengetahui perkembangan perusahaan.
“Jadi perusahaan harus fair. Jika usaha mereka berkembang, maka tidak ada alasan untuk tidak menerapkan UMK,” ucapnya.
Yang juga perlu menjadi perhatian, skala perusahaan di Kota Malang kebanyakan menengah kecil. Karena itulah, jika mereka dipaksa dengan kaku untuk menerapkan UMK tanpa diberikan peluang untuk menerapkan bipartite, akan menjadi masalah karena bisa berujung pada penutupan usaha.
“Atau sebaliknya, perusahaan mempekerjakan buruh dengan mekanisme di bawah tangan. Ini kan tidak sehat,” ucapnya.
Usulan UMK Kota Malang sudah disampaikan ke gubernur untuk mendapatkan persetujuan.(K24)