Bisnis.com, SURABAYA - Dewan Pengupahan Kota Surabaya, Jawa Timur akan menggunakan PP 36/2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam penetapan upah minimum kota (UMK) 2022.
Meski demikian, Dewan Pengupahan yang terdiri dari buruh, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), hingga Pemkot Surabaya tersebut juga bersepakat untuk mempertimbangkan unsur kebutuhan hidup layak (KHL).
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya, Achmad Zaini mengatakan, dalam regulasi yang baru tersebut sebenarnya tidak ada acuan untuk mempertimbangkan KHL.
Namun demikian, pilihan tersebut diambil sebagai kesepakatan dalam rapat pleno yang digelar Dewan Pengupahan pada 18 Oktober 2021 lalu.
“Kami putuskan (KHL) dengan waktu yang relatif singkat,” ujarnya belum lama ini seperti dikutip dari laman SPN.
Baca Juga
“Kami lakukan survey selama sepekan untuk melihat KHL di Surabaya,” lanjutnya.
Dalam melakukan survey KHL itu, kata dia, mekanisme yang dilakukan berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya survey dilakukan secara terpisah oleh masing-masing unsur Dewan Pengupahan, untuk tahun ini dilakukan secara bersamaan.
"Kami membuat tim survey yang anggotanya dari serikat buruh, asosiasi pengusaha, dan pemkot," terang Zaini.
Dari hasil survey singkat yang dilakukan, lanjutnya, memang ditemukan adanya kenaikan KHL jika dibanding tahun lalu.
Namun demikian, pihaknya belum bisa memastikan apakah kenaikan KHL akan berpengaruh pada kenaikan UMK tahun depan karena saat ini masih dilakukan pembahasan.
“Angka KHL naik, tetapi presentasenya belum bisa kami sampaikan. Sedangkan untuk (finalisasi) angka UMK, masih akan dibahas lebih lanjut,” lanjut Zaini.
Pihaknya optimistis, besaran UMK yang dibahas itu akan melahirkan kesepakatan atau jalan tengah antara pengusaha dan buruh.
“Kami targetkan pada pekan ketiga November sudah ada angkanya. Nantinya UMK akan ditetapkan oleh pemerintah provinsi,” tandasnya.