Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nelayan Probolinggo Dorong Penyederhanaan Izin

Setidaknya ada 30 item dokumen jenis perizinan mulai dari pemeriksaan kesehatan ABK, buku pelaut dan lainnya.
Ilustrasi./Antara
Ilustrasi./Antara

Bisnis.com, SURABAYA - Kalangan pengusaha perikanan dan nelayan asal Probolinggo mendorong pemerintah untuk melakukan penyederhanaan regulasi izin maupun pajak yang dibebankan kepada sektor perikanan agar produktivitas meningkat.

Raymon, Ketua Himpunan Nelayan dan Pengusaha Perikanan (HNPP) Samudra Bestari, mengatakan kondisi sektor Perikanan tangkap tahun lalu tidak banyak berkembang alias stagnan dengan tren produksi ikan yang ditangkap nelayan Probolinggo yakni 20.000 ton.

“Jumlah hasil tangkap ikan tahun lalu itu kurang lebih sama dengan kondisi 2019. Untuk tahun ini kemungkinan juga sama karena selain faktor cuaca tapi yang lebih mempengaruhi adalah banyak kapal yang tidak berangkat,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/2/2021).

Dia mengatakan banyaknya kapal nelayan yang tidak berangkat melaut atau menunda lantaran saat ini harga jual ikan jatuh bahkan sampai 40 persen akibat tidak terserap pasar.

Penurunan permintaan pasar, katanya, tidak hanya terjadi di pasar domestik yang selama ini berkontribusi sebesar 60 persen, tetapi juga terjadi di pasar ekspor yang turun 40 persen terutama di China yang melakukan lockdown.

“Akibatnya hasil tangkap dengan HPP kita tidak sebanding sehingga banyak teman-teman yang memutuskan untuk menunda melaut. Namun yang sudah memiliki kontrak suplai ikan tetap berangkat,” katanya.

Raymon menjelaskan anggota HNPP Probolinggo sendiri terdiri dari 25 anggota pengusaha dengan kepemilikan armada penangkapan ikan sebanyak 300 unit, dan 5.000 orang awak kapal.

“Daerah tangkapan kita di Laut Aru (WPP 917) lalu ikan hasil tangkapan didaratkan di Dobo, ibukota Laut Aru, lalu dibawa dengan kapal pengangkut ke Probolinggo untuk diproses dan distribusi ke pasar lokal serta ekspor,” jelasnya.

Hanya saja, lanjutnya, banyaknya regulasi izin dan pajak berlapis cukup membebani nelayan apalagi dengan kondisi pandemi. Setidaknya ada 30 item dokumen jenis perizinan mulai dari pemeriksaan kesehatan ABK, buku pelaut dan lainnya.

Ditambah lagi pengusaha harus bayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh KKP atas obyek hasil tangkap ikan perkiraan sekitar Rp100 juta/kapal yang dibayarkan sebelum dapat Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), disusul PPB Laut bahwa setiap kapal yang beroperasi di kawasan laut tertentu dikenakan pajak atas nilai ikan yang ditangkap (NJOP) dan dikalikan dengan luas laut area tersebut.

“Misal Laut Aru luasnya 10 juta meter dikenakan ke semua kapal yang beroperasi di sana, sehingga kapal yang dikenakan pajak sekitar Rp10 - Rp15 juta/kapal/tahun. Masih ada lagi retribusi lelang ikan yang dipungut pemda setempat, di Kepulauan Maluku itu sekitar Rp50 juta/kapal/tahun,” imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Peni Widarti
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper