Bisnis.com, SURABAYA - Perkumpulan Ahli Agen Asuransi Umum Indonesia (A3UI) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengubah Peraturan OJK (POJK 69) yang salah satunya tentang pembatasan agen dalam pemasaran produk asuransi.
Ketua Umum A3UI, Baidi Montana menjelaskan dalam POJK 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Re-Asuransi Syariah, Jo. V angka 1/c - SEOJK.05/2020 tentang Saluran Pemasaran Produk Asuransi menyebutkan bahwa ada syarat satu agen hanya boleh menjual satu produk asuransi.
“POJK ini sangat memberatkan para agen asuransi yang hanya boleh menjual satu produk dari produk asuransi perusahaan tersebut. Apalagi di masa pandemi seperti ini kontribusi penjualan agen terhadap total premi asuransi nasional semakin tergerus dari tahun lalu kontribusinya 20 persen, sekarang tinggal 13 persen,” jelasnya di sela-sela Rakernas A3UI secara virtual, Selasa (1/12/2020).
Dia mengatakan di masa pandemi seperti ini justru banyak pekerja yang di PHK dan akhirnya beralih menjadi agen penjualan asuransi. Menurutnya produk yang dijual semakin berkurang atau terbatas tetapi pelakunya semakin banyak.
“Selama pandemi ini, kuenya berkurang, banyak kontraktor yang tidak membangun, proyek tidak jalan sehingga berdampak juga pada agen yang menjual produk asuransi umum,” katanya.
Sementara, lanjutnya, jumlah agen terus bertambah. Hingga kini secara nasional jumlah anggota A3UI telah mencapai 2.000 an agen. Khusus wilayah Jatim terdapat sebanyak 500 - 600 anggota agen.
“Jika kita bandingkan dengan negara luar, seperti Filipina itu sudah diatur bahwa agen asuransi bisa menjual 7 produk berbagai perusahaan asuransi, begitu juga di Singapura sudah menuju 3 asuransi. Sedangkan di sini tetap menekan hanya satu asuransi, sedangkan namanya agen itu tidak digaji perusahaan,” imbuhnya.
Adapun data OJK menyebutkan pendapatan premi asuransi umum dan reasuransi hingga Agustus 2020 mencapai Rp66,7 triliun atau turun 0,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Dalam Rakornas kali ini, Baidi juga mengangkat isu adanya SK Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) tentang standar praktik dan kode etik agen asuransi umum.
Menurut Baidi, seharusnya AAUI hanya mengatur anggotanya yang merupakan perusahaan asuransi sama halnya dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang hanya mengatur profesi dokter, dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) yang mengatur profesi arsiteknya.
“Menurut kami SK tersebut menunjukkan bahwa AAUI yang beranggotakan perusahaan asuransi justru bertindak melebihi kewenangan atau mengatur asosiasi lainnya,” katanya.