Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Seperempat Pedagang di Pasar Tradisional Kota Malang Terjerat Bank Titil

Dari total penerima pembiayaan rentenir, 70 persen dipergunakan untuk melunasi utang sebelumnya sehingga terjadi praktik gali lubang tutup lubang.
Kepala OJK Malang Sugiarto Kasmuri./Bisnis-Choirul Anam
Kepala OJK Malang Sugiarto Kasmuri./Bisnis-Choirul Anam

Bisnis.com, MALANG — Sebanyak 25 persen pedagang di pasar-pasar tradisional di Kota Malang terjerat bank titil, rentenir, sehingga perlu ada langkah solutif agar mereka dapat terbebas dari praktik lembaga jasa keuangan (LJK) ilegal tersebut.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Dias Satria mengatakan angka itu diketahui dari survei yang dia lakukan di empat pasar tradisional di Kota Malang, yakni Pasar Oro-oro Dowo, Pasar Sawojajar, Pasar Madyopuro, dan Pasar Mergan sebagai sampel pasar.

“Sedangkan sampel pedagang sebanyak 123 pedagang,” katanya di Malang, Rabu (30/9/2020).

Dari total penerima pembiayaan rentenir, 70 persen dipergunakan untuk melunasi utang sebelumnya sehingga terjadi praktik gali lubang tutup lubang.

Dari sisi access to finance, kata dia, 50 persen pedagang mempunyai rekening di bank, namun 70 persen belum terakses kredit perbankan maupun pembiayaan program dari pemerintah seperti pembiayaan ultra mikro (UMi).

Di Kota Malang, kata dia, ada program pembiayaan ultra mikro, Ojir (Ojo Percoyo Karo Rentenir) yang diinisiasi Pemkot Malang dengan menunjuk BPR Tugu Artha sebagai pelaksana.

“Ini satu-satunya di Indonesia, yakni memberi subsidi bagi pembiayaan bagi pedagang yang terjerat rentenir dengan kredit tanpa bunga,” ujarnya.

Dia berharap, ada intensitas dari bank pelaksana program tersebut mendatangi nasabah. Hal itu diperlukan karena karakter pedagang tradisional sulit untuk mendatangi lembaga jasa keuangan disebabkan tidak bisa meninggalkan pekerjaannya.

Kedekatan bank dengan nasabah juga diperlukan terkait dengan upaya mengajak nasabah untuk dapat memanfaatkan pembiayaan lembaga jasa keuangan konvensional. Adanya kehadiran LJK di pasar menjadikan nasabah dari pedagang tradisional tersebut mendapatkan kemudahan akses serta sebagai sarana edukasi.

“Hal itu penting karena saat survei diketahui pedagang memilih akses pembiayaan ke rentenir karena prosesnya cepat dan mudah,” ujarnya.

Kepala OJK Malang Sugiarto Kasmuri menegaskan skema pembiayaan itu penting untuk melawan rentenir. Pembiayaan yang diberikan LJK kepada pelaku UMK dengan proses cepat, mudah, dan berbiaya rendah, untuk mengurangi ketergantungan atau pengaruh entitas kredit informal/ilegal.

Manfaat kredit program tersebut bagi UMK, menjadi alternatif sumber permodalan dengan proses cepat, mudah, berbiaya rendah, dan persyaratan sederhana yang dibutuhkan untuk memulai atau mengembangkan usaha.

Memutus rantai ketergantungan pelaku UMK terhadap entitas LJK informal/legal, serta ikut berpartisipasi dalam program pemerintah dalam memajukan ekonomi daerah dan membuka kesempatan kerja.

Bagi LJK, yakni sarana untuk meningkatkan kontribusi dan kredibilitas melalui penciptaan produk kredit/pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan UMK.

Juga peluang untuk memperluas penyaluran kredit/pembiayaan ke sektor UMK, sarana untuk bekerja sama dengan lebih banyak stakeholders terkait seperti pemda, asosiasi pelaku UMK, dan lainnya.

Bagi pemda, dapat meningkatkan peran dan fungsi Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) tingkat provinsi, kabupaten, ko5ta dalam mendorong akses keuangan di daerah.

Mendukung program dan arah kebijakan UMK jangka pendek, menengah, dan jangka panjang yang telah diterapkan.

“Program ini juga wujud nyata dukungan terhadap program pemerintah dalam rangka pengembangan UMK dan mendorong tingkat inklusi keuangan Indonesia,” katanya dalam Rakor TPAKD Kota Malang: Pelaksanaan Program Kerja Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah Kota Malang melalui Pembiayaan Melawan Rentenir (Ojir), Selasa (29/9/2020).

Di Kota Malang, program tersebut bernama Ojir, yakni pembiayaan tanpa bunga dan tanpa agunan yang memfasilitasi kebutuhan masyarakat di Kota Malang untuk terlepas dari jeratan rentenir.

Plafon kreditnya Rp10 juta, tanpa bunga, dengan tenor 24 bulan. Sumber pembiayaan berasal dari Pemkot Malang berbentuk penempatan dana ke BPR Malang Tugu Artha, Biaya pengelolaan kredit, sekitar 6%, dicukupi dari BAZNAS Kota Malang.

Menurut Wali Kota Malang Sutiaji, agar BAZNAS meningkat kapasitasnya maka Gerakan Seribu Rupiah (Gerbu), yakni gerakan amal Rp1.000/orang/hari, yang dikelola BAZNAS dapat ditingkatkan dengan menyasar masyarakat secara lebih luas.

Tidak saja dari pegawai di lingkup Pemkot Malang, namun juga BUMN, BUMD, instansi negara, korporasi, dapat berpartisipasi dalam penghimpunan dana lewat Gerbu.(K24)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper