Dampak Ekonomi Corona: Ekspor Impor Jatim Diprediksi Turun hingga 0,40 Persen

Pengusaha Jawa Timur memperkirakan kinerja ekspor pada kuartal I/2020 ini bisa tergerus 0,25 persen sampai 0,40 persen akibat wabah Virus Corona atau Covid-19.
Peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur
Peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur

Bisnis.com, SURABAYA - Pengusaha Jawa Timur memperkirakan kinerja ekspor pada kuartal I/2020 ini bisa tergerus 0,25 persen sampai 0,40 persen akibat wabah Virus Corona atau Covid-19.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Adik Dwi Putranto mengatakan data statistik Jatim tahun lalu mulai menunjukan tren defisit neraca perdagangan yang semakin melebar.

Impor non migas Jatim dari China mencapai US$5,872 miliar atau sekitar 37,43 persen dari total impor Jatim yakni US$18,930 miliar.

Sementara ekspor non migas Jatim ke China mencapai US$2,299 miliar, atau sekitar 16,19 persen dari total ekspor Jatim yang mencapai US$19,369 miliar.

"Artinya defisit antara ekspor dan impor non-migas sudah cukup tinggi sejak tahun lalu, jadi di kuartal I ini kemungkinan bisa tergerus apalagi kalau beberapa negara masih melakukan kebijakan lockdown," jelasnya, Selasa (31/3/2020).

Dia mengatakan industri Jatim saat ini sangat terpukul terutama industri yang mengandalan bahan baku impor serta industri berorientasi eskpor.

"Ada dua dampak sekaligus bagi industri berbahan baku impor, pertama melemahnya nilai tukar rupiah dan kedua, berkurangnya kuantitas pasokan bahan baku dari beberapa negara. Sedangkan industri berorientasi ekspor mengalami pelamahan serapan pasar global.

"Baik di China yang mayoritas menjadi pasar utama kita, juga sejumlah negara lain di Eropa, Asia dan Amerika Serikat," katanya.

Kadin Jatim pun mendesak Pemprov Jatim, pemkot/pemkab untuk berpikir out of the box, misalnya instrumen APBN dan APBD harus menjadi stimulus dunia usaha, pemda-pemda harus segera mengikuti stimulus dari pemerintah pusat berupa paket-paket kebijakan ekonomi, baik fiskal maupun non-fiskal.

"Ini mutlak dan bisa dilakukan, apalagi diskresi ini telah diberi payung hukum oleh pusat melalui instrumen revisi alokasi anggaran. Dan swasta pun harus tetap hidup, karena tanpa swasta, PDRB akan anjlok, dan pertumbuhan ekonomi akan terjun bebas, yang akhirnya daya beli masyarakat tergerus habis," ujarnya.

Adik menambahkan, program murni pemerintah berupa jaring pengaman sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT), subsidi listrik dan lain-lain harus cepat dirasakan, terutama oleh kalangan tenaga kerja informal dan buruh pabrik.

"Ini penting, sebab kalau Mei nanti kita belum recovery, sementara buruh minta kenaikan UMR, pasti pengusaha angkat tangan," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper