Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kompensasi bagi Korban Terorisme Diminta Direalisasikan

Bagi korban lama aksi terorisme sebelum diundangkannya UU No. 5 Tahun 2018, lanjutnya, banyak yang belum menerima kompensasi.
Direktur Aida Hasibullah Satrawi (tengah) bersama Budi Santoso (paling kiri), Desmonda (dua dari kiri), Chistian Salomo (dua dari kanan), dan Choirul Ihwan (paling kanan) di Malang, Rabu (5/2/2020)./Bisnis-Choirul Anam
Direktur Aida Hasibullah Satrawi (tengah) bersama Budi Santoso (paling kiri), Desmonda (dua dari kiri), Chistian Salomo (dua dari kanan), dan Choirul Ihwan (paling kanan) di Malang, Rabu (5/2/2020)./Bisnis-Choirul Anam

Bisnis.com, MALANG — Aliansi Indonesia Damai (Aida), lembaga yang peduli dengan para korban, mendesak pemerintah segera merealisasikan pemberian kompensasi untuk korban terorisme sesuai dengan UU No. 5 tahun 2018.

Direktur Aida Hasibullah Satrawi mengatakan lembaganya juga mendorong pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah dari UU No. 5 tahun 2018 tentang (Perubahan) Pemberantasan Terorisme teruatama terkait hak-hak korban, sebagai aturan turunan untuk memberikan kompensasi bagi korban terorisme.

“Pemberian kompensasi kepada korban lama tidak menggugurkan hak-hak lain di luar kompensasi, karena hak-hak korban pada prinsipnya berdiri sendiri-sendiri,” katanya di Malang, Rabu (5/2/2020).

Bagi korban lama aksi terorisme sebelum diundangkannya UU No. 5 Tahun 2018, lanjutnya, banyak yang belum menerima kompensasi. Padahal pemerintah seharusnya segera memberikan hak-hak mereka berdasarkan asas keadilan, kesetaraan, dan kesepahaman.

Dia mengakui pemerintah memang sudah memberikan hak-hak korban dengan segala keterbatasan yang ada, namun Aida memandang kompensasi belum sepenuhnya dirasakan oleh semua korban.

Dia mengingatkan pula pemerintah berkewajiban memberikan kompensasi kepada korban dalam batas waktu 3 tahun setelah diundangkannya UU No.5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 1 Tahun 2002 tentang tindak pidana terorisme.

Hasibullah juga mengimbau masyarakat tetap mewaspadai semua ancaman kekerasan termasuk aksi terorisme dengan mengedepankan perdamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan tindak kekerasan dibalas dengan kekurasan pula.

Dalam pelatihan penguatan perspektif korban dalam peliputan isu terorisme di Malang, menghadirkan sejumlah korban aksi terorisme, yaitu Budi Santoso dan Chistian Salomo. Keduanya korban bom di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, 9 September 2004.

Korban lainnya adalah Desmonda korban bom di Surabaya. Sedangkan salah satu mantan jihadis, yaitu Choirul Ihwan. Ia dulunya ahli merakit senjata api, merakit bom, menguasai teknologi informasi dan komunikasi.

Budi Santoso mengatakan dirinya berusaha mengatasi trauma peledakan bom dengan terus melukan zikir dan meditasi. Dia juga mengaku telah memaafkan pada para teroris atas apa yang mereka lakukan.

Pernyataan yang sama disampaikan Chistian Salomo yang merupakan korban bom di Kedubes Australia. Dengan memaafkan korban, dirinya justru lebih tenang dan damai. Pernyataan senada juga diungkapkan Desmonda, korban bom gereja di Surabaya.

Desmonda mengaku sudah mendapatkan kompensasi dari pemerintah, selain biaya perawatan di RS. Namun Cristian mengaku belum, kecuali pemberian kartu BPJS. Padahal ia terus menjalani perawatan sampai kini lantaran masih ada proyektil bom di dalam tubuhnya yang belum diangkat.

"Saya memang mendapatkan kartu BPJS untuk perawatan, tapi tidak saya manfaatkan karena lebih mudah menggunakan kartu dari bantuan Kedutaan Besar Australia di Jakarta," tutur Chistian Salomo.

Bagi para korban aksi terorisme dan mantan teroris itu memandang perlunya semanfat saling menguatkan. Intinya, ada kesepahaman korban maupun pelaku teroris bahwa keduanya sebenarnya korban. Para teroris menjadi korban dari guru dan pemahaman ajaran agama yang tidak tepat, sedangkan korban teroris menjadi korban langsung maupun tidak langsung aksi kekerasan tersebut.

Mereka pun menyuarakan kedamaian dan sudah saling memaafkan. Intinya, kekerasan tidak perlu dibalas dengan kekerasan karena rantai kekerasan menjadi tidak kunjung terputus, tidak kunjung selesai.(K24)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler