Bisnis.com, SURABAYA – Produsen alat tulis PT Standardpen Industries akan melanjutkan proses hukum pidana atas kasus pemalsuan produk bolpoin merek Standard AE7 Alfa Tip 0.5 yang diimpor dari China ke Surabaya sebanyak satu kontainer berisi 858.240 buah.
Direktur Utama Standardpen Industries, Megusdyan Susanto mengatakan pihaknya akan melanjutkan proses pidana setelah Bea Cukai berhasil menggagalkan impor produk bolpoin tiruan merek Standard melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya 6 Desember 2019 dan melakukan pemeriksaan bersama lembaga terkait di Pengadilan Niaga.
“Jadi setelah ini kami ke ranah hukum pidana, dan akan ada penelusuran lebih lanjut dari penegak hukum, tapi belum tahu pasti apakah importir ini pemainnya langsung atau hanya sebagai jasa importir,” jelasnya seusai konferensi pers, Kamis (9/1/2020).
Dia mengatakan upaya menuju ranah hukum pidana tersebut dilakukan untuk membela hak perusahaan dan juga untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku pemalsuan.
Menurutnya, dalam mendeteksi jaringan pelaku memang tidak mudah bahkan sangat rapi sehingga penangkapan yang dilakukan Bea Cukai kali ini diharapkan minimal bisa mengurangi sindikat atau sekaligus membasmi imporitr ilegal atau pemalsu merek.
Megustyan menjelaskan, secara kasat mata, produk tiruan dengan yang asli hampir tidak bisa dibedakan. Namun, katanya, ada ciri-ciri tertentu yang membedakan dan tidak bisa dibeberkan ke publik.
“Secara kasat mata sulit, tapi ada ciri yang bisa kita tentukan. Ini tidak bisa kami beberkan karena nanti bisa diikuti pemalsu,” katanya.
Dia mengungkapkan, kecurigaan atas produknya yang ditiru ini sudah diendus di pasaran sejak 2005 sehingga menimbulkan kerugian hingg Rp1 triliun selama 15 tahun ini. Sulitnya melacak barang terutama di pasar ritel juga menjadi hambatan apalagi harga jual di ritel pun sama yakni Rp2.000/batang.
“Pemalsuan produk kita ini cukup berpengaruh terhadap penjualan bolpoin di merek dan tipe ini, tapi dampak penurunan penjualannya baru terasa pada 2012. Namun ini hanya salah satu pemicu penurunan penjualan, selain itu kan ada dampak ekonomi lainnya,” imbuhnya.
Selain itu, tambahnya, sejauh ini perseroan pernah menerima keluhan dari konsumen tetapi hasilnya ternyata produk yang dikeluhkan adalah produk tiruan.
“Jadi umumnya keluhan itu berasal dari barang-barang yang palsu,” imbuhnya.
Adapun PT SI sendiri dapat menempuh 3 pilihan tindak lanjut, yakni pertama melaporkan tindakanpelanggaran merek Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ke Dirjen HKI atau polisi seusai sanksi pasal 99 UU No.20/2016 tentang merek dan indikasi geografis, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Kedua, penyelesaian secara perdata dengan melaporkan ke Pengadilan Niaga Surabaya, dan ketiga, dengan penyelesaian secara alternative dispute resolution antara pemegang merek dengan importir atau pelanggar HKI.