Bisnis.com, BATU - Pernyaluran kredit BPR/S (Bank Perkreditan Rakyat dan BPR Syariah)di Jatim pada posisi Oktober 2019 tumbuh 9,5 persen secara year on year (yoy), lebih tinggi dari rerata perrtumbuhan kredit perbankan yang mencapai 4,04 persen (yoy).
Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Heru Cahyono mengatakan volume usaha BPR/S di Jawa Timur tumbuh 9,88% (yoy), DPK tumbuh 10,81% (yoy) dan kredit tumbuh 9,50% (yoy).
“BPR/S di wilayah kerja OJK Regional 4 Jawa Timur mengalami pertumbuhan yang jauh lebih signifikan dengan pertumbuhan volume usaha, DPK dan kredit masing-masing sebesar 11,58% (yoy), 13,36% (yoy) dan 11,50% (yoy),” katanya pada Evaluasi Kinerja BPR/S Semester II Tahun 2019, di Batu, Jumat (13/12/2019).
Perkembangan perbankan di Jawa Timur, kata dia, mengalami pertumbuhan yang positif sampai dengan posisi Oktober 2019, tercermin dari pertumbuhan volume usaha (aset) perbankan yang mencapai sebesar 7,73% (yoy).
Sementara itu, DPK dan kredit perbankan di Jawa Timur masing-masing tercatat tumbuh sebesar 7,64% dan 4,04% (yoy). Khusus volume usaha dan DPK, pertumbuhannya lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan Nasional yang masing-masing sebesar 6,06% dan 6,39%.
Untuk kredit, pertumbuhan perbankan nasional masih lebih tinggi yakni sebesar 6,63%. Pertumbuhan perbankan Jawa Timur didorong a.l oleh perkembangan industri BPR/S di Jawa Timur dengan pertumbuhan yang lebih signifikan dibandingkan perbankan Jawa Timur.
Dia mengingatkan bahwa industri BPR/S harus selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam melakukan ekspansi usaha dan berharap agar target rasio NPL sebesar 4,17% yang telah ditetapkan dalam Rencana Bisnis Bank tahun 2019 dapat dicapai oleh industri BPR/S.
Tantangan dan tingkat kompetisi yang dihadapi oleh industri BPR/S saat ini, ujar dia, cenderung semakin ketat dengan berkembangnya perusahaan Fintech, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Koperasi dan BMT, serta layanan LAKU PANDAI dan program KUR dengan bunga 6% mulai Januari 2020.
Dalam rangka menghadapi hal tersebut, OJK berharap agar BPR/S di Jawa Timur selalu dapat menemukan peluang yang ada di balik tantangan tersebut. "Di era disrupsi ekonomi saat ini, kita semua harus agile (tangkas/cekatan) dan mampu melakukan shifting (perubahan) agar dapat tetap bisa bertahan dalam industri."
Revolusi industri 4.0 telah merubah paradigma masyarakat dan transformasi digital telah memasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat, sehingga mampu merubah gaya hidup.Kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh layanan sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan masyarakat saat ini, terutama bagi generasi millennial.
Ini semua adalah peluang yang harus ditangkap oleh BPR/S sehingga inovasi dan kreativitas yang tinggi dalam mengembangkan produk dan layanan perbankan merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan BPR/S dalam memanfaatkan peluang-peluang tersebut.
Heru Cahyono menambahkan bahwa BPR/S memiliki berbagai kendala untuk melakukan transformasi digital. Biaya investasi dan operasional yang tinggi serta kesiapan SDM adalah permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh BPR/S di tengah kendala keterbatasan modal dan dukungan Pemegang Saham.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, BPR/S dapat melakukan kolaborasi dengan mengembangkan platform bersama (platform based), baik dengan sesama BPR/S dalam satu industri, maupun berkolaborasi dengan bank umum atau lembaga jasa keuangan lainnya seperti Fintech.
Hal itu penting karena sinergi dan kolaborasi merupakan salah satu kunci utama keberhasilan perusahaan untuk dapat survive dalam era disrupsi.