Bisnis.com, SLEMAN – Bank Indonesia (BI) Perwakilan Jawa Timur mendorong pengembangan kampung wisata berbasis pertanian secara terintegrasi dan dimotori kalangan milenial/pemuda.
Kepala Perwakilan BI Jatim Difi A Johansyah mengatakan pengembangan pertanian di perdesaan sebenarnya sudah terintegrasi. Selain melakukan budi daya tanaman, petani biasanya juga beternak hewan sehingga dapat meningkatkan penghasilan mereka.
Namun, menurut dia, itu tidak cukup. “Perlu ada nilai tambah yang lebih tinggi, seperti diintegrasikan dengan kegiatan pariwisata dan mengolah produk pertanian menjadi produk olahan, sehingga pemuda tertarik untuk menekuni sektor petanian,” ujarnya di Sleman, Yogyakarta, pada Sabtu (24/8/2019).
Yang juga perlu didorong, lanjutnya, kegiatan pengembangan kampung wisata itu betul-betul dari bawah, bottom up, digerakkan masyarakat sendiri, terutama di kalangan pemuda sehingga kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja di kalangan pemuda yang baru memasuki usia kerja serta bisa berkelanjutan.
Model pengembangan kampung wisata yang bisa diterapkan di daerah lain di Jatim, Kampung Flory, di Desa Tlogoadi, Kecamatan Mlati, Kab. Sleman, Yogyakarta, binaan BI Yogyakarta.
Di sana perkebunan bunga sudah benar-benar terintegrasi dengan sektor lain, seperti perikanan, kuliner, produk olahan, dan wisata, terutama wisata edukasi.
Karakter yang mirip dengan Kampung Flory, Eduwisata Brenjonk, Trawas, Kab. Mojokerto, dengan kegiatan utama pertanian yang dikembangkan dengan kegiatan eduwisata.
“Kalau petani hanya melulu melakukan kegiatan bertani dengan menjual hasil produk pertanian yang dipanen, banyak yang tidak menarik bagi mereka karena nilai tambahnya rendah,” ujarnya.
Dengan dikemas dengan kegiatan ekonomi pariwisata, maka justru menarik karena memberikan nilai tambah yang tinggi bagi petani sehingga dapat mensejahterahkan kehidupan mereka.
Kepala Perwakilan BI Malang Azka Subhan Aminurridho mengatakan pihaknya juga mengembangkan budi daya tanaman bunga yang diharapkan kelak menjadi kampung wisata di Desa Wonokriti, Kec. Tosari, Kab. Malang. Kegiatan utama petani, yakni membudidayakan bunga edelweiss. “Izin budi daya sudah terbit, namun untuk kegiatan penjualan, masih dalam proses.”
Untuk pengembangkan kegiatan tersebut menjadi kegiatan pariwisata, masih dikaji. Idealnya, kegiatan budi daya edelweiss di Wonikitri diintegrasikan juga dengan kegiatan pariwisata dan perkembangannya akan cepat karena lokasinya berada di lereng Gunung Bromo yang menjadi destinasi pariwisata dunia.
Penggagas Kampung Flory, Sudihartono mengatakan destinasi wisata yang dikelola pemuda di sana saat ini mulanya merupakan desa yang tidak memiliki potensi menonjol. Bahkan ada tren tidak tertarik untuk menjadi petani, menggarap tanah milik orang tua mereka, karena kurang memberikan nilai tambah dari sisi pendapatan.
Karena itulah, dia berpikir untuk mengalihkan dari budidaya pangan menjadi budidaya bunga yang nilai ekonomis lebih tinggi. Pengembangan diawali dengan urunan warga dan terkumpul Rp40 juta untuk menyewa tanah seluas 4.000 m² pada 2015.
Setelah berkembang, pemda setempat bersedia membantu senilai Rp500 juta, juga bantuan alat budi daya, pengembangan kawasan, pengemasan produk, promosi, dan lainnya.
Di antara unit usaha pertambangan dukung itu, membuat arena outbound, kuliner, pusat oleh-oleh, pusat pelatihan, eduwisata, pembibitan tanaman, buah dan bunga. Selain itu pembuatan taman dekor, pengantin serta penghijauan.
Beragam unit usaha yang dibentuk itu ternyata memberikan hasil yang menggembirakan. Menteri Pariwisata Arief Yahya sempat berkunjung ke Kampung Flory. Bahkan, Wapres Jusuf Kalla (JK) datang langsung ke Desa Tridadi untuk mengukuhkan Kampung Flory tersebut.
"Kampung Flory yang kami bangun dari nol dengan memanfaatkan anak magang berkembang dengan baik. Wisatawan yang berkunjung terus meningkat," jelasnya.
Setiap bulan pengunjung bisa mencapai 10 .000 wistawan dengan omzet mencapai ratusan juta/bulan dengan melibatkan 140 pemuda sebagai tenaga kerja. Ke depan, dia menargetkan omzet Kampung Flory bisa menembus Rp1 miliar/bulan sehingga dalam setahun bisa mencapai lebih dari Rp12 miliar.