Bisnis.com, BATU—Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Jatim perlu bekerja sama mengembangkan platform bersama, baik sesama BPRS, juga kolaborasi dengan bank umum syariah maupun lembaga jasa keuangan syariah lainnya untuk menghadapi tantangan berkembangnya fintech (financial technology) atau tekfin (teknologi finansial).
Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Heru Cahyono, mengatakan meski begitu BPRS tetap penting mengembangkan strategi bisnis dengan fokus pada produk-pordouk yang dipasarkan.
“OJK Kantor Regional 4 Jawa Timur selalu mendorong dan mendukung upaya-upaya sinergi dalam pengembangan industri keuangan syariah yang diwujudkan dalam bentuk peluncuran tabungan berencana gerakan menabung milenial (Tabungan Gaul iB) pada 21 Mei 2019 di Hotel JW Marriot Surabaya,” katanya pada Evaluasi Kinerja dan Capacity Building BPRS periode Semester I/2019 di Batu, Senin (24/6/2019).
Tabungan yang digagas oleh Kantor OJK Regional 4 Jawa Timur dan dikembangkan bersama dengan Asbisindo Kompartemen BPRS Jawa Timur ini merupakan produk simpanan berbasis digital banking yang spesifik dipasarkan oleh BPRS di Jawa Timur untuk segmen milenial, khususnya pelajar SLTA danmahasiswa.
Selain itu, pada hari ini OJK Kantor Regional 4 Jawa Timur meluncurkan APEX BPRS - Bank Jatim Syariah. Lembaga APEX diharapkan dapat menjadipooling of funds untuk membantu BPRS di Jawa Timur mengatasi kesulitan likuiditas karena mismatch, menjadi wholesale financing BPRS, dengan menyediakan pembiayaan linkage serta pembiayaan dana bergulir, menjadiclearing house untuk keperluan payment system BPRS dengan menggunakanJatim Electronic Transfer System (JETS), serta memberikan pelatihan dan pendampingan kepada BPRS.
Dia menegaskan concern mengenai kesiapan BPRS dalammengimplementasikan regulasi mengenai tata kelola, manajemen risiko, fungsi kepatuhan dan fungsi audit intern. OJK mendorong BPRS untuk segera memenuhi kebutuhan SDM, menyusun kebijakan dan prosedur serta meningkatkan kapasitas infrastruktur teknologi informasi.
Kinerja Positif
Terkait dengan pentingnya modal bank sebagai risk buffer dan pemenuhanketentuan permodalan, Heru Cahyono berharap agar BPRS dapat mengantisipasi dan mengupayakan sejak dini kewajiban pemenuhan modal inti minimum yang harus dipenuhi pada akhir tahun 2020, terutama bagi BPRS dengan modal inti kurang dari Rp3 miliar dan Rp6 miliar.
Sektor jasa keuangan di Jawa Timur juga mencatatkan kinerja yang positif, tercermin dari peningkatan volume usaha perbankan syariah sebesar 7,38% (yoy) yang ditopang oleh pertumbuhan DPK sebesar 14,5% (yoy) dan kredit/pembiayaan 7,94% (yoy).
Contoh kinerja positif perbankan Jawa Timur, BPRS mampu menunjukkan eksistensinya dengan mencatatkan pertumbuhan volume usaha 8,26% (yoy), DPK 11,05% (yoy) dan Pembiayaan 21,97% (yoy).
Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhanperbankan secara keseluruhan di Jawa Timur sehingga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Jawa Timur terhadap perbankan syariah dan khususnya BPRS mengalami peningkatan yang signifikan.
Namun demikian, perbankan syariah di Jawa Timur harus lebih berupaya meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan, mengingat risiko kredit perbankan syariah di Jawa Timur cenderung meningkat secara signifikan dengan rasio NPF pada bulan Mei tahun 2019 sebesar 5,16%.
Sebagai bagian dari sistem keuangan di Indonesia, industri perbankan syariah khususnya BPRS tidak lepas dari berbagai tantangan yang dihadapi. Tantangan dan tingkat kompetisi yang dihadapi oleh industri BPR/S saat ini cenderung semakin ketat dengan berkembangnya perusahaan Tekfin atau Fintech, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), serta layanan Laku Pandai dan program KUR dengan bunga 7%.