Bisnis.com, PONOROGO — Kasus hijrah massal warga Desa Watubonang ke Malang mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Bahkan, pemkab membentuk tim khusus untuk menangani permasalahan ini.
Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni meminta pemerintah provinsi, Polda Jawa Timur, dan MUI Provinsi Jawa Timur harus ikut turun dan menyelesaikan permasalahan ini.
"Ponorogo ini kan hilirnya. Yang menerima akibat. Yang harus ditangani ya pusatnya di Malang itu. Saya berharap Pemprov, Polda, MUI Jatim, Pemkab Malang, ikut turun menangani ponpes itu," kata dia kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (13/3/2019) malam.
Ipong menyampaikan Pemkab Ponorogo akan semaksimal mungkin untuk menangani kasus ini dengan membentuk tim khusus dari berbagai unsur seperti kepolisian, TNI, MUI, hingga ormas keagamaan. Tujuannya untuk membendung niat warga atau pengikut thoriqoh Musa yang akan hijrah ke Malang.
"Untuk sekarang ini kami secara personal akan mendatangi para pengikut thoriqoh Musa. Untuk bersama-sama menyadarkan dan memahamkan mereka," ujar Ipong.
Ipong mengaku telah mendapatkan konfirmasi dari Kapolsek Kasembon, Malang, terkait isu kiamat itu tidak benar. Namun, Ipong mendapatkan informasi lain bahwa di internal jemaah thoriqoh Musa memang ada ajaran seperti itu.
Ipong juga mendapat laporan dari pemerintah Desa Watubonang bahwa ada 10 anak yang keluar dari sekolah karena diajak orang tuanya ke Malang. Menurut dia, tindakan-tindakan seperti ini yang tidak benar.
Lebih lanjut, pihaknya saat ini akan fokus pada pencegahan warga atau pengikut ajaran thoriqoh Musa ini yang ada di Ponorogo. Dia menegaskan Pemkab Ponorogo siap untuk menjemput para warga Ponorogo yang saat ini telah berada di Malang.
Diberitakan sebelumnya, Puluhan warga Desa Watubongang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo melakukan pindah tempat tinggal massal karena alasan keyakinan.
Mereka menjual rumah, harta benda, ternak, serta memboyong keluarga ke Malang. Pesantren merupakan tujuan mereka.
Isu yang berkembang di masyarakat, puluhan warga Desa Watubonang yang hijrah ke Malang karena adanya doktrin mengenai kiamat yang akan datang sebentar lagi.
Pantauan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Desa Watubonang, Rabu (13/3/2019) sore, sejumlah anggota TNI dan polisi terlihat berjaga di desa tersebut.
Kepala Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Bowo Susetyo, menceritakan kronologi awal puluhan warganya yang hijrah ke Malang. Mereka hijrah karena mengikuti gurunya yang lebih dahulu pergi ke Malang.
Bowo menuturkan di Desa Watubonang ada sesosok kiai yang dihormati pengikutnya bernama Khotimun. Sebelumnya, Khotimun ini nyantri di Pondok Pesantren Miftahul Falahil Mubtadiin yang ada di Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Malang.
Setelah puluhan tahun menimba ilmu di pondok itu, Khotimun kemudian pulang ke desa sekitar tahun 2007/2008. Saat di desa itu, ia kemudian mengajar masyarakat dengan ilmu yang telah didapatnya di pondok.
Dia mengaku kurang mengetahui bagaimana proses penyebaran ajarannya. Namun, yang jelas masyarakat yang ikut pengajian tersebut pun melakukan ibadah sama seperti umat Islam lainnya.
"Untuk kegiatan pengajian dilakukan seminggu dua kali. Untuk 52 warga yang hijrah ke Malang itu, kita kurang tahu perjalanannya seperti apa," kata dia di Desa Watubonang, Rabu (13/3/2019).
Sebelum warga ini memutuskan hijrah ke Malang, kata Bowo, terlebih dahulu pimpinan thoriqoh Musa Ponorogo, Khotimun, berpindah ke Malang dua bulan lalu. Sejak kepindahan Khotimun itu, kegiatan pengajian di pondokan yang ada di rumah Khotimun sepi dan tidak ada kegiatan keagamaan.
Kepindahan Khotimun ini juga diikuti beberapa jemaah. Secara bertahap mereka pergi ke Malang dengan alasan memperdalam ilmu agama di pondok pesantren Malang.
"Mereka hanya hijrah bukan pindah kependudukan. Karena mereka masih penduduk kami," katanya.
Dari 16 keluarga yang ikut hijrah itu, empat keluarga di antaranya menjual rumah mereka. Sedangkan keluarga lainnya menjual sepeda motor, ternak, hingga perabotan rumah tangga.
Sedangkan uang hasil jual rumah dan aset lainnya itu digunakan sebagai bekal selama bermukim di Malang. Selain menjual rumah, mereka juga ada yang mengajak satu keluarganya ke Malang untuk mengikuti kegiatan di sana.
Dia juga menaruh curiga karena ada kejanggalan dalam kegiatan hijrah warganya ke Malang itu. Menurutnya, saat mengikuti kegiatan di pondok pesantren tidak perlu sampai menjual rumah dan membawa satu keluarga.
"Saat saya tanya alasannya kenapa harus pergi dengan membawa keluarga. Mereka pun seperti kebingungan untuk menjawab. Seperti ada yg disembunyikan," jelas dia.
Hasil penelusuran JIBI puluhan warga yang hijrah ke Malang itu merupakan pengikut Thoriqoh Akmaliyah Ash-Sholihiyah cabang Ponorogo. Thoriqoh ini berpusat di Malang.
Sedangkan pimpinan cabang di Ponorogo bernama Khotimun yang tinggal di Desa Watubonang. Pusat kegiatan thoriqoh ini ada di rumah Khotimun yang ada di Dusun Krajan, Desa Watubonang.
Rumah pusat thoriqoh di dusun tersebut terlihat lengang dan tidak ada aktivitas apa pun. Tidak terlihat pula pemilik rumah. Bahkan rumah yang biasanya sesak digunakan warga untuk beribadah itu ditutup dengan jaring bagian terasnya.
Seorang warga yang rumahnya berada persis di samping pondokan tersebut, Ruminah, 35, mengatakan Khotimun sudah pergi dari rumah tersebut beberapa bulan lalu. Setelah pimpinan thoriqoh itu pergi, tidak ada kegiatan pengajian atau kegiatan lain di pondokan tersebut.