Bisnis.com, SURABAYA – Sektor usaha kulier di Jawa Timur mengalami pertumbuhan hingga lebih dari 20% pada tahun lalu sejalan dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern.
Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur, Tjahjono Haryono mengungkapkan, meski tahun lalu banyak bermunculan kafe dan restoran di Jatim tetapi tingkat penjualan produk food and beverage (F&B) tidak begitu maksimal alias stagnan.
“Ini masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, konsumen mengurangi biaya jajan, misalnya yang biasanya Rp100.000/orang menjadi Rp75.000/orang, kecuali saat momen hari raya keagamaan biasanya meningkat sampai di atas 30%,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Senin (18/2/2019).
Dia mengungkapkan kinerja penjualan yang stagnan tersebut bukan disebabkan oleh daya beli masyarakat tetapi karena ada faktor biaya-biaya yang meningkat seperti biaya upah karyawan, bahan bakar minyak, sewa mal dan service charge yang naik.
"Nah biaya-biaya ini akhirnya menggerus margin sehingga terjadi penurunan pendapatan, terutama untuk kafe restoran segmen menengah ke atas," jelasnya.
Dia menambahkan tren pertumbuhan gerai kafe dan restoran tahun lalu pun tidak hanya diisi oleh restoran luar negeri tetapi juga domestik.
Tjahjono melihat bahwa potensi industri kuliner ini dianggap masih terbuka lebar sehingga cukup banyak masyarakat yang mulai berkecimpung di dunia usaha kuliner.
“Terutama usaha kuliner yang menyasar segmen menengah ke bawah, ini dianggap potensial karena pasarnya masih sangat luas, terlebih orang cenderung menurunkan biaya jajannnya,” imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, tren pertumbuhan industri kafe dan restoran ke depan kebanyakan bergerak di bidang kopi terutama kopi lifestyle. Begitu juga dengan makanan nusantara akan semakin menghiasi Jawa Timur.