Bisnis.com, JAKARTA -- Produsen pasta ikan alias surimi mengaku baru dapat mendatangkan bahan baku dari Indonesia timur pada 2019.
Diversifikasi usaha dan relokasi sebagian fasilitas ke wilayah itu pun sedang dipertimbangkan. Namun dengan catatan, tahun ini mereka leluasa berproduksi agar bisa berkonsentrasi melakukan studi pemanfaatan bahan baku dari luar Laut Jawa.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo mengatakan pelaku usaha berharap aktivitas pabrik surimi berjalan lagi tahun ini dengan jenis bahan baku yang sama, yakni ikan berdaging putih dari Laut Jawa.
Pasalnya, pemanfaatan bahan baku dari Indonesia timur perlu perhitungan secara matang, mencakup ketersediaan bahan baku secara kontinyu, kelayakan harga bahan baku secara ekonomis, kualitas bahan baku, ketersediaan sumber daya manusia, dan ketersediaan pengangkutan berpendingin.
"Intinya pabrik surimi dalam jangka pendek agar hidup kembali dengan menggunakan bahan baku yang selama ini mereka pakai, kemudian dijajaki untuk mendatangkan bahan baku dari wilayah lain," katanya lewat pesan singkat, Selasa ( 30/1/2018) malam.
Jika pabrik beroperasi kembali, lanjut Budhi, pelaku usaha pun dapat mengkaji ide diversifikasi usaha yang disarankan pemerintah, misalnya mencoba menjalankan bisnis fresh atau frozen kakap, fillet gulamah, atau tuna loin.
Demi mendekat dengan sumber bahan baku, pengusaha surimi juga mempertimbangkan relokasi pabrik secara parsial, yakni membuat proses pembekuan di Indonesia timur, kemudian ikan bekunya dikirim ke Jawa untuk bahan baku.
Namun, lagi-lagi solusi itu tidak dapat dipraktikkan dalam waktu yang pendek. Produsen surimi berharap bisa beroperasi lebih dulu sambil melakukan persiapan untuk mendatangkan bahan baku alternatif, diversifikasi, atau relokasi parsial, tahun depan.
"Diversifikasi perlu waktu, perlu investasi, perlu studi mendalam. Bagaimana kami bisa investasi dalam kondisi merugi karena tutup?" kata Budhi.
Menurut data AP5I, total nilai investasi 16 pabrik surimi di Indonesia US$115 juta. Dari kebutuhan bahan baku 250.000 ton per tahun, pabrik-pabrik itu memproduksi 81.750 ton surimi dengan potensi penjualan US$188,6 juta.