Bisnis.com, JAKARTA -- Keputusan mengimpor garam untuk industri 3,7 juta ton tahun ini dikhawatirkan akan membuat stok berlebihan, yang akhirnya dapat menjatuhkan harga garam petambak saat panen.
Menurut neraca garam yang disusun berdasarkan survei Badan Pusat Statistik, bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, pasokan garam tahun ini 1,8 juta ton yang berasal dari stok awal 349.505 ton dan produksi nasional 1,5 juta ton.
Adapun kebutuhan tahun ini hampir 4 juta ton yang mencakup permintaan industri sekitar 3,7 juta ton dan rumah tangga (konsumsi) 313.848 ton.
Menyikapi defisit garam itu, KKP mengusulkan impor 2,2 juta ton. Namun, rapat koordinasi lintas kementerian yang dipimpin Menko Perekonomian Darmin Nasution, Jumat (19/1/2018), memutuskan impor garam untuk industri 3,7 juta ton. Hasil rapat itu segera dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
Anggota Komisi IV DPR, Ono Surono, menilai keputusan mengimpor 3,7 juta ton garam untuk industri tidak sesuai dengan data neraca garam nasional.
"Pada akhirnya akan berujung pada stok yang melimpah, tanpa bisa diserap, yang pada akhirnya merugikan petani [garam] kita," katanya melalui telepon, Minggu (21/1/2018).
Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu berpendapat, semestinya impor disesuaikan dengan hitung-hitungan neraca garam, yakni cukup 2,2 juta ton. Apabila dalam perkembangannya kurang, misalnya karena produksi dalam negeri meleset dari perkiraan, maka impor bisa ditambah.