Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah meminta produsen surimi mendiversifikasi usaha ketimbang bertumpu pada bisnis saat ini yang tidak memiliki masa depan bahan baku.
Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja mengatakan industri surimi tidak dapat hidup sendiri, tetapi harus dikombinasikan dengan jenis usaha perikanan lainnya, seperti fresh atau frozen kakap merah, fillet kakap merah atau gulama, tuna loin, atau pun ikan segar.
"Kita harus bisa multiproduk, multispesies, dengan nilai tambah yang tinggi. Kalau hanya mengandalkan surimi, maka populasi ikan itu sendiri akan lebih cepat menipis,” ujarnya, Rabu (17/1/2018).
Sehari sebelumnya, KKP bertemu dengan 14 perusahaan surimi untuk membicarakan masalah yang membebani para produsen setelah cantrang dilarang.
Sjarief menjelaskan industri yang hanya mengandalkan satu spesies ikan tidak akan bisa bertahan lama, apalagi jika industri itu bersifat massif. Demikian pula dengan industri surimi yang berbasis pada ikan kurisi, kuniran, mata goyang, atau ikan tertentu lainnya.
Menurut dia, kecepatan produksi pada industri ini jauh lebih cepat dibandingkan kecepatan regenerasi ikan yang digunakan sebagai bahan baku, sehingga dalam waktu dekat industri akan kesulitan menemukan bahan baku.
Sjarief menuturkan, jika diversifikasi usaha perikanan tangkap tidak segera dilakukan, industri surimi tak akan bertahan lama. Pasalnya, nelayan tidak dapat menyediakan bahan baku yang dibutuhkan industri.
“Satu pabrik surimi butuh 1.500 ton ikan sebulan, kalau ada 10 perusahaan saja, sudah berapa ikan yang dibutuhkan. Kalau kita memaksakan pemenuhan kebutuhan itu, ikan pasti akan habis," katanya.
KKP mendorong surimi untuk menurunkan kapasitas dan beralih ke unit usaha baru. Pemerintah menawarkan kerja sama untuk mulai membuka unit baru di sentra-sentra perikanan di luar Jawa. Adapun lokasi yang ditawarkan a.l. Merauke, Dobo, Tual, Saumlaki, Timika, Sebatik, dan Natuna.