Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

USAHA RAKYAT, Peternak Sapi Lokal Alami Beragam Tekanan

Pemerintah dinilai perlu segera mengevaluasi kebijakan peternakan sapi potong, serta merumuskan kembali program yang menyentuh peternak sapi lokal.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah dinilai perlu segera mengevaluasi kebijakan peternakan sapi potong, serta merumuskan kembali program yang menyentuh peternak sapi lokal.

Hal ini dilakukan guna menjamin keberlangsungan usaha peternakan sapi lokal. Sebab, peternak tengah dihadapkan pada biaya pemeliharaan sapi lokal yang meningkat setiap tahun, sementara penyerapan oleh pasar menurun.

Riset Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) terhadap 215 responden terdiri dari peternak, blantik, jagal, RPH/TPH, dan pedagang daging di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung pada 25 Mei - 10 Juni 2017 menemukan, sejak 2014-2017, harga pembelian sapi indukan betina naik 4,65% per tahun, pedet jantan 8,62% per tahun, pedet betina 10,83% per tahun, bakalan jantan 3,74% per tahun, dan bakalan betina 4,86% per tahun.

Rata-rata harga pakan juga naik 14% per tahun, upah tenaga kerja 10% per tahun, biaya pengobatan pada pembibitan 123% per tahun, serta harga penjualan sapi potong 7,21% per tahun.

Di tengah tren harga yang naik tiap tahun, jumlah sapi yang masuk ke pasar justru menurun 7,6% per tahun.

Ketua Pataka Yeka H Fatika menyampaikan, fakta ini menunjukkan ada persoalan dalam usaha peternakan sapi nasional. Misalnya, naiknya harga pakan karena semakin sulitnya memperoleh hijauan. Begitu pula, upah tenaga kerja semakin mahal menunjukkan tenaga kerja semakin terbatas.

"Ini menjadi peringatan dini bagi pemerintah. Jika tidak ada perbaikan kebijakan dalam kurun waktu 3-4 tahun mendatang, maka persoalan ini akan semakin menganga," kata Yeka dalam dalam diskusi yang memaparkan hasil riset terkini tentang peternakan sapi Indonesia yang diselenggarakan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi di Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Yeka berpendapat, perlu harmonisasi kebijakan diikuti perumusan program yang menyentuh peternak rakyat seperti efisiensi pakan, tenaga kerja, dan pengobatan. Apalagi, program upaya khusus sapi indukan wajib bunting (upsus siwab) yang tengah digenjot Kementerian Pertanian, dinilai tidak efektif.

Ketua Komunitas Sapi Indonesia sekaligus peternak asal Lampung Nanang Purus Subendro mengatakan melalui upsus siwab, pemerintah memberikan subsidi ke peternak sapi rakyat tidak lebih dari Rp200.000 per ekor.

Sejalan dengan itu, peternak rakyat dihadapkan pada kebijakan daging murah melalui importasi daging kerbau beku asal India. Belum lagi, biaya pakan, upah tenaga kerja, pembelian pedet, dan pengobatan, yang naik setiap tahun.

"Dengan kebijakan harga daging murah, maka upsus siwab tidak berarti apa-apa. Juga tidak akan mampu mendorong usaha peternakan sapi lokal," kata dia.

Sebaliknya, Nanang mengatakan jumlah peternak sapi lokal justru mengalami tren penurunan setiap tahun. Hal ini ditandai jumlah kepemilikan sapi di masing-masing peternakan.

Tanpa kehadiran peternak, kata dia, target swasembada sapi dan daging pada 2026 akan sulit tercapai. "Ini karena usaha peternakan sapi yang semakin tidak menguntungkan, maka peminatnya semakin sedikit," imbuhnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper