Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengintip Pengembangan Sayap Sriwijaya Air di Indonesia Timur

TIDAK bisa dipungkiri, bahwa kebutuhan jasa transportasi udara di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Tak ayal, para maskapai berlomba-lomba membuka rute penerbangan baru sejak awal tahun, terutama di wilayah Indonesia Timur.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

TIDAK bisa dipungkiri, bahwa kebutuhan jasa transportasi udara di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Tak ayal, para maskapai berlomba-lomba membuka rute penerbangan baru sejak awal tahun, terutama di wilayah Indonesia Timur.

Berdasarkan data PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II, sebanyak 45 rute penerbangan baru telah dibuka maskapai sepanjang semester I/2017. Dari jumlah itu, sekitar 62% atau 28 rute penerbangan menghubungkan Indonesia Timur.

Banyak faktor yang menyebabkan maskapai untuk mengembangkan jaringan penerbangan di Indonesia timur. Mulai dari meningkatnya kapasitas bandara di Indonesia timur, pertumbuhan ekonomi hingga arah kebijakan pemerintah.

Tak hanya itu, kapasitas bandara-bandara di Indonesia barat yang kian terbatas juga memicu maskapai untuk mencari peluang di Indonesia timur guna menjaga kinerja perusahaan tetap dalam tren tumbuh. Ini juga yang dirasakan Sriwijaya Air Grup.

Kelompok bisnis besutan keluarga Chandra Lie tersebut menilai Indonesia timur menyimpan potensi bisnis yang besar, terutama bisnis transportasi udara. Apalagi, pertumbuhan ekonomi di Indonesia timur juga terbilang cukup tinggi.

Direktur Komersial Sriwijaya Air Grup Toto Nursatyo mengatakan bahwa tidak mudah bagi Sriwijaya untuk dapat segera melakukan ekspansi di Indonesia Timur mengingat dana yang dibutuhkan sangat besar.

“Kami memperkirakan minimal baru 3 tahun ke depan, Sriwijaya Air Grup dapat melakukan ekspansi di Indonesia timur, khususnya di bandara-bandara yang tidak bisa didarati pesawat jet,” katanya di Biak.

Namun di penghujung akhir 2016, Sriwijaya Air tiba-tiba mendapatkan tawaran dari Firefly Airlines—anak usaha dari Malaysia Airlines—untuk membeli pesawat turbo baling-baling tipe ATR72-600 berkapasitas 72 kursi penumpang.

Pada Desember 2016, Sriwijaya Air akhirnya memutuskan untuk membeli enam unit ATR72-600 melalui financial lease dari Bank Exim Malaysia. Rencananya, seluruh pesawat yang dipesan itu mulai didatangkan pada 2017.

“Kami pikir ini kesempatan bagus, kapan lagi dapat ATR terbaru dengan harga yang lebih murah dari pasar, dan umurnya baru dua tahun. Kami langsung negosiasi. Prosesnya sangat cepat, Desember 2016 sudah deal,” tutur Toto.

Meski begitu, pemesanan 6 unit ATR secara mendadak itu cukup membuat kelabakan manajemen operasi internal. Selain tidak termasuk dalam fleet plan perusahaan dalam jangka pendek, pengoperasian ATR juga merupakan hal baru bagi Sriwijaya.

Lebih kurang 6 bulan sejak penandatanganan pembelian ATR, manajemen operasi langsung bekerja keras untuk menyiapkan berbagai hal, seperti kru pesawat, rute penerbangan dan lain sebagainya.

“Dari bagian operasi tentunya kaget dengan adanya kesepakatan tersebut. Mereka harus kerja keras, mengingat sebelumnya tidak ada anggaran untuk pengoperasian ATR. Namun, untuk analisa pasarnya, kami sudah ada,” ujar Toto.

Peluang pasar
Kendati terlihat agak terburu-buru dan tanpa perencanaan yang kuat, dia berpendapat bahwa keputusan mendatangkan 6 pesawat ATR sudah tepat. Menurutnya, pesawat itu cocok untuk melayani penerbangan jarak pendek di Indonesia timur.

Apalagi, Sriwijaya Air memiliki pengalaman terkait ATR ini. Pada tahun lalu, Sriwijaya Air melakukan kerjasama operasi dengan Transnusa guna memperluas jaringan penerbangan Sriwijaya Air Grup di Nusa Tenggara Timur.

“Dampaknya sangat bagus. Rata-rata load factor Surabaya-Kupang kini mencapai 90%, dari sebelumnya hanya 70%. Jadi, manfaatnya bagus sekali, pesawat Transnusa penuh, Sriwijaya Air juga penuh,” katanya.

Oleh karena itu, Toto meyakini kue pasar untuk angkutan udara masih sangat besar. Namun, lanjutnya, untuk bisa mengambil peluang itu maskapai harus membuka akses terlebih dahulu agar dapat menciptakan permintaan.

Seiring dengan pemesanan enam pesawat ATR tersebut, Sriwijaya Air akan membuka 36 rute penerbangan baru yang tersebar di Papua, Maluku dan Makassar. Dari 36 rute itu, sebanyak dua rute penerbangan telah direalisasikan.

Pada 20 Juli 2017, Sriwijaya Air melalui anak usahanya Nam Air resmi membuka rute baru Nabire-Biak (pulang pergi/PP) dan Jayapura-Nabire PP dengan frekuensi terbang sebanyak satu kali per hari.

Dalam rute penerbangan tersebut, Nam Air mengoperasikan pesawat tipe ATR perdananya. Dalam waktu dekat, maskapai akan mengoperasikan rute dari dan ke Dekai, Fakfak, Raja Ampat, Kaimana, Sorong dan Manokwari.

Kemudian, pesawat ATR kedua diperkirakan akan mulai beroperasi pada awal Agustus 2017. Adapun, enam pesawat ATR yang dipesan sejak akhir tahun lalu akan rampung seluruhnya pada Oktober 2017.

Dengan tambahan 6 unit ATR itu, Sriwijaya Air optimistis jumlah penumpang yang diangkut tumbuh 28% pada tahun ini, atau mencapai 14,5 juta penumpang dari realisasi tahun lalu sebanyak 11,4 juta penumpang.

Sepanjang semester I/2017, rata-rata tingkat keterisian kursi penumpang Sriwijaya Air Grup mencapai sekitar 84%. Sementara itu, pada masa angkutan Lebaran, tingkat keterisian kursi maskapai mencapai 90%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : News Editor
Sumber : JIBI
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper