Bisnis.com, MALANG—Pemberlakuan PPN 12% perlu disertai dengan kebijakan pendamping sebagai penyeimbang guna menjaga kesejahteraan sosial seluruh masyarakat, seperti pemberian insentif dan subsidi untuk golongan atau kelompok rentan.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang, Muhammad Sri Wahyudi S, mengatakan implementasi subsidi dan insentif fiskal seperti kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan Upah Minimum Regional (UMR) serta pemberian insentif pajak kepada para pelaku usaha UMKM atau industri-industri strategis yang memilki penyerapan tenaga kerja yang cukup besar.
“Sebagai negara demokrasi, perlu adanya intervensi pemerintah terhadap sektor-sektor rentan terdampak kebijakan ini. Selain itu, intervensi pengawasan pemerintah terhadap seluruh sektor yang terlibat kebijakan ini wajib dilakukan untuk mencegah kemungkinan kasus perpajakan yang lalu terulang kembali,” tegasnya, Jumat (27/12/2024).
Demi menanggulangi kebijakan PPN 12% ini, dia berpesan kepada seluruh masyarakat untuk selalu mengambil langkah bijak dan penuh pertimbangan, seperti menerapkan berbagai alternatif, yakni efisien dalam pembelian barang dan membeli secukupnya sesuai dengan kebutuhan. Selain itu juga bisa menggeser budaya konsumsi barang dan jasa ke non-premium.
“Kolaborasi antar elemen negara (pemerintah dan warga) sangat penting untuk mewujudkan keseimbangan dan efek positif dalam penerapan kebijakan penaikan tarif PPN 12% ini,” pesannya.
Yudi yang juga Dosen Ekonomi Pembangunan UMM itu menyebut dampak negatif kebijakan ini menimbulkan penurunan daya beli dan pergeseran budaya konsumsi masyarakat.
Baca Juga
“Secara objektif, penerapan kebijakan ini dilakukan pemerintah sebagai suatu upaya untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur negara dan menjaga keseimbangan fiskal negara,” ungkapnya.
Dia menilai pula, kebijakan ini berdampak pada masyarakat, terutama kelas ekonomi menengah atas dan kalangan atas. Untuk itu, PPN 12% sementara hanya berlaku pada barang pokok dan jasa kategori premium (mewah), serta pelayanan golongan VIP saja.
Seluruh sektor produk makanan dan minuman olahan kemasan yang menggunakan barang-barang pokok premium sangat berpotensi mengalami terkena imbas kenaikan harga.
“Meskipun kebijakan PPN 12% ini berdampak besar pada golongan menegah ke atas. Tidak menutup kemungkinan masyarakat menengah ke bawah juga terkena imbasnya. Hal itu dikarenakan potensi efek pergeseran budaya beli yang beralih ke produk barang atau jasa kategori non-premium,” sambungnya.
Namun di sisi lain, dia mengapresiasi pemerintah yang berani mengambil batu lompatan tinggi dengan membangun beragam infrastruktur negara.
Menurutnya, percepatan pembangunan infrastruktur ini merupakan suatu keharusan untuk mendukung kebijkan pemerintah dalam meningkatkan hilirisai efisiensi dan perekonomian logistik seluruh wilayah Indonesia.
Meski begitu, dia menegaskan, pemerintah tetap harus memperhatikan sektor yang rentan atas penaikan PPN 12%.