Bisnis.com, SURABAYA - Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengajak para pemangku kepentingan seperti Bank Indonesia, pengusaha maupun akademisi untuk bersama-sama memetakan potensi komoditas yang tepat untuk program hilirisasi produk hasil pertanian.
Dalam kegiatan Jatim Talk yang digelar Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jatim, Emil menyebut bahwa program hilirisasi pertanian memang penting karena sektor pertanian memang menyumbang 10 persen lebih dari kinerja perekonomian, sedangkan terbesar yakni perindustrian menyumbang 30 persen.
“Namun pertanyaannya sekarang, apakah betul hilirisasi menjadi jawabannya. Kita ingin menilai dulu sebenarnya apa saja yang ditaman petani di Jatim. Nah setelah itu, kita temukan apa yang dilakukan petani sudah maksimal?” katanya, Selasa (16/5/2023).
Sejauh ini, Jatim sudah cukup unggul dalam sektor pertanian bahkan menjadi salah satu lumbung pangan nasional, seperti produk gabah kering giling (GKG) pada 2022 yang menduduki peringkat satu dengan 9,69 juta ton, disusul produksi gula Jatim yang juga nomor satu di tingkat nasional dengan jumlah 1,19 juta ton.
Begitu juga di sektor peternakan, populasi sapi potong di Jatim per 2022 mencapai 5,07 juta ekor. Jauh di atas peringkat kedua yakni Jawa Tengah dengan jumlah 1.910 sapi potong, serta sapi perahnya 314.000 ekor.
“Pertanyaannya, kalau tanam padi sudah jadi beras, jagung sudah untuk konsumsi dan pakan ternak, lalu tebu jadi gula dan mulai muncul ethanol, lalu hilirisasinya jadi apa?” katanya.
Baca Juga
Ditambah lagi, program untuk mencapai swasembada pangan terkadang justru menekan kesejahteraan pelaku industri pertanian. Untuk itu perlu ada peta komoditas dan rumusan yang bisa membuat keduanya sama-sama tumbuh baik produktivitasnya maupun kesejahteraan petaninya.
“Pemerintah sendiri sudah terus mendorong ketahanan pangan dengan berbagai cara termasuk membagikan benih tetapi bukan yang untuk market upscale, lalu membangun bendungan untuk mengaliri sawah bahkan agar panen tiga kali setahun, tetapi dihitung masih enggak cuan untuk petani,” imbuhnya.
Kepala BI Jatim Dodi Zulverdi mengatakan BI menilai hal yang perlu didorong pada sektor pertanian yakni pemanfaatan teknologi yang harus menjadi faktor penguat produksi pasca panen.
“Mendorong hilirisasi pertanian ini agar punya nilai tambah, dan daya saing tinggi dan meningkatkan ekspor dan menurunkan impor, sekaligus mendorong investasi terutama pembiayaan dari pemain hulu sampai hilir di pertanian,” katanya.
BI telah mengidentifikasi komoditas yang bisa dijadikan fokus penguatan dari sisi hulu yakni tanaman pangan yakni beras dan jagung, serta daging sapi dan susu segar. Sedangkan di sektor hilirnya fokus pada tanaman hortikultura yang didorong produksi olahan seperti cabe dan bawang merah olahan.
Guru Besar Univerasitas Lampung & Direktur Eksekutif INDEF, Bustanul Arifin menilai dalam akselerasi hilirisasi industri pertanian ini diperlukan peningkatan produktivitas dan berkelanjutan pasokan, teknologi cerdas dan presisi untuk nilai tambah, ketelusuran produk pertanian yang aman dan halal, perbaikan daya saing agro industri untuk pasar global dan keterpaduan hulu hilir melalui sistem logistik yang efisien.
“Selain itu diperlukan promosi investasi, produksi agro industri dan perdagangan, serta perbaikan digitalisasi seperti penyediaan dan big data komprehensif,” imbuhnya.