Bisnis.com, MALANG — Masyarakat perlu diberikan sosialisasi dan transparansi oleh Kemenag terkait dengan naiknya biaya haji sehingga masyarakat bisa mengetahui tentang nilai manfaat yang akan diterima serta kepastian pemberangkatannya.
Pemerintah telah menetapkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1444H/2023M sebesar Rp90.050.637,26. Angka tersebut terbagi ke dalam Bipih (angka yang dibayarkan jemaah) Rp49,8 juta atau 55,3 persen dan nilai manfaat yang dikelola BPKH Rp40,2 juta atau 44,7 persen.
Ketua Program Studi (Kaprodi) Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Malang, Rahmad Hakim, mengatakan setiap negara memiliki ketentuan yang berbeda-beda dalam penetapan biaya haji.
“Jika sistem lama dalam Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) diberlakukan, maka dikhawatirkan jemaah tidak bisa memperoleh nilai manfaat yang semestinya di tahun-tahun yang akan datang,” katanya, Minggu (26/2/2023).
Biaya haji ini naik, katanya karena subsidinya diturunkan. Sebelumnya, 70 persen dibiayai pemerintah, sedangkan 30 persen dibebankan pada orang yang akan berhaji.
“Nah sekarang biaya bengkak karena 60 persen dibebankan jemaah, sedangkan subsidi pemerintah di angka 40 persen,” ujarnya.
Baca Juga
Dia menilai, kebijakan tersebut sah-sah saja karena terkait dengan kebijakan publik. Tetapi yang patut untuk dikritisi adalah pengumumannya yang terkesan mendadak dan spontan. Seharusnya, ada sosialisasi berkelanjutan.
Rahmad menegaskan, harus ada transparansi dana karena beberapa waktu lalu muncul wacana bahwa ongkos hadi di Saudi turun sebesar 30 persen. Untuk mengantisipasi kecurigaan, perlu adanya penjelasan rinci terkait biaya haji sehingga masyarakat juga bisa tahu nilai manfaat yang akan diterima serta kepastiannya.
Biaya perjalanan ibadah haji (Bpih) yang awalnya Rp39,8 juta, naik menjadi Rp49,8 juta per jemaah, sedangkan biaya riil penyelenggaraan ibadah haji berada di kisaran Rp90,05 juta per jamaah. (K24)