Bisnis.com, SURABAYA - Produksi garam di Jawa Timur pada tahun ini diprediksi meningkat setidaknya bisa mencapai 900.000 - 1 juta ton jika cuaca kembali normal.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jatim, M. Hasan mengatakan produksi garam di Jatim pada tahun lalu mengalami penurunan drastis dari 750.000 ton pada 2021, menjadi hanya 250.000 - 400.000 ton.
"Penurunan produksi garam ini disebabkan oleh cuaca yang kurang begitu mendukung, bahkan sampai saat ini curah hujannya cukup tinggi. Mudah-mudahanya cuaca kembali normal, sehingga produksi tahun ini mungkin bisa mencapai 900.000 - 1 juta ton," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (11/1/2023).
Dia mengatakan, kebutuhan garam nasional sendiri saat ini mencapai 4,4 juta ton hingga 4,6 juta ton. Sedangkan di Jatim kebutuhannya sebesar 200.000 ton yang terdiri dari kebutuhan garam konsumsi 145.000 ton dan sisanya untuk garam industri.
"Meskipun produksi garam Jatim pada tahun lalu hanya 250.000 - 400.000 ton, tetapi konsumsi Jatim hanya 145.000 ton, artinya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan Jatim, tetapi untuk memenuhi kebutuhan garam nasional belum optimal," jelasnya.
Hasan menambahkan, akibat rendahnya produksi garam Jatim tahun lalu, harga garam di tingkat pabrik pun turut terkerek tinggi. Semula harga rata-rata garam petani hanya Rp600 - Rp700/kg, kini menjadi sekitar Rp3.200 - Rp3.300/kg bahkan sejak awal hingga akhir panen.
Baca Juga
"Harga garam ini juga bergantung mekanisme pasar, maka dengan produksi yang sedikit, otomatis dengan sendirinya terjadi kenaikan harga yang sangat drastis," katanya.
Hasan melanjutkan, harga garam petani di tingkat pabrik tersebut pun sudah jauh berada di atas Harga Pokok Produksi (HPP) yang dipatok sebesar Rp1.500/kg.
"Seperti yang kita usulkan kepada pemerintah, HPP garam ini seharusnya Rp1.500/kg. Namun karena mekanisme pasar harganya melejit di saat pasokan sedikit," ujarnya.
Namun begitu, para petambak garam berharap komoditas garam dapat masuk dalam kategori barang pokok dan penting yang diatur dalam Perpres No.59 Tahun 2020 sehingga ada patokan harga yang tidak merugikan petani ketika produksi melimpah.