Bisnis.com, SURABAYA - Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan penghargaan khusus di bidang kebudayaan kepada KH Ali Mansur Shiddiq atas karyanya Syair Shalawat Baddar.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyerahkan penghargaan khusus di bidang kebudayaan kepada ke putra bungsu KH Ali Mansur Shiddiq, Gus Saiful Islam Ali di Gedung Negara Grahadi, Kota Surabaya, Jum'at (4/9).
"Apresiasi dari Pemprov Jawa Timur ini sebagai bentuk pengakuan dan kehadiran negara di ranah kebudayaan dan perjuangan keagaaman-kebangsaan," tulis Khofifah dalam IG, dikutip, Minggu (5/9/2021).
Sholawat baddar merupakan syair berisi pujian kepada Nabi Muhammad SAW dan juga para sahabat yang gugur dalam perang badar. "Ini menjadi penyemangat diri dalam berjuang," kata khofifah.
Khofifah menjelaskan, bahwa sholawat badar ini diciptakan oleh KH. Ali Manshur Shiddiq pada tahun 1962 pasca dekrit 1959 dan jelang meletusnya Gestapu di tahun 1965. Dimana pada tahun tersebut situasi politik di Indonesia sedang tidak menentu.
Shalawat badar sendiri merupakan sholawat penyemangat bagi kader NU yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Harapannya, syair-syair dan doa shalawat tersebut dapat mendorong kegigihan perjuangan pada saat itu sembari mengharap syafaat Nabi Muhammad dan berkah dari Allah SWT.
"Melalui shalawat badar ini pula, semangat perjuangan para santri dan kaum nahdliyin dapat dikobarkan, karena selama berjuang melawan pemberontakan waktu itu shalawat inilah yang selalu dibaca," tutur gubernur perempuan pertama di Jatim ini.
Khofifah menambahkan akan segera mengusulkan hasil karya KH. Ali Manshur Shiddiq ini sebagai warisan budaya tak benda ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Merujuk publikasi NU.or.id, syair ini diawali dengan kata Shalatullah salamullah alaa thaha rasulillah. Shalatullah salamullah alaa yasin habibillah. Shalawat ini terdiri dari 24 bait dengan dua baris di setiap baitnya.
Baca Juga
Shalawat Badar dikarang KH M Ali Manshur sekitar tahun 1960-an. Kiai Ali Manshur memiliki garis keturunan berdarah ulama besar. Dari ayah, tersambung hingga Kiai Shiddiq Jember sedangkan dari jalur ibu, tersambung dengan Kiai Basyar, seorang ulama di Tuban.
"Abah dilahirkan di Jember pada 23 Maret 1921. Nasabnya masih menyambung ke Kiai Shidiq Jember. Kalau dari jalur ibu asli orang Tuban," kata putra kedua Kiai Ali yang bernama Kiai Syakir Ali, demikian NU.or.id mewartakan.
Kiai Ali pernah belajar ke Pesantren Termas Pacitan, Pesantren Lasem, Pesantren Lirboyo Kediri hingga Pesantren Tebuireng Jombang. Waktu kecil Kiai Ali belajar di Tuban. Setelah itu Kiai Ali ingin belajar ke Termas namun ia hanya punya modal sepeda onthel dan nasi jagung.
Akhirnya dari Tuban ke Tremas, ia naik onthel dan bekal nasi jagung. Selama di pesantren Kiai Ali menerima jasa ojek ke pasar dan hasilnya untuk membeli kitab. "Kiai Ali suka ilmu Arrudh (Ilmu Sya'ir), dan belajar ilmu ini di Lirboyo. Ia sering diajak diskusi pengasuh masalah Arrudh. Menurut Gus Dur, Kiai Ali juga pernah belajar di Tebuireng," ujarnya.
Seusai nyantri, Kiai Ali kembali ke Tuban dan aktif berorganisasi di Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Ia juga aktif sebagai seorang pegawai di bawah Kementerian Agama. Tepatnya, menjadi Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di kecamatan hingga promosi menjadi Kepala Kementerian Agama (Kemenag) di tingkat kabupaten.
Pada tahun 1955, Kiai Ali terpilih sebagai anggota Konstituante mewakili Partai NU Cabang Bali. Pada 1962, ia memutuskan pindah ke Banyuwangi dan dipercaya menjadi Ketua Cabang NU Banyuwangi.Selama di Banyuwangi inilah, Kiai Ali melahirkan karya fenomenal Shalawat Badar .
Ada kisah yang sangat menyita perhatian sesaat sebelum Kiai Ali menulis Shalawat Badar. Kiai Ali bermimpi didatangi orang berjubah putih yang diduga para ahli perang badar. Dalam keputusan Muktamar ke-28 NU di Krapyak, Yogyakarta, Shalawat Badar dikukuhkan menjadi Mars Nahdlatul Ulama (NU).
Keputusan ini ditegaskan kembali oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat menjabat ketua PBNU pada Muktamar ke-30 di Lirboyo Kediri. Pada Harlah ke-91 NU, Kiai Ali juga dianugerahi tanda jasa Bintang Kebudayaan atas karyanya ini.
"Awalnya banyak yang tidak tahu siapa penulis Shalawat Badar sebelum Gus Dur menyebutkan Kiai Ali sebagai pengarangnya. Saat itu Gus Dur takut Shalawat Badar diakui orang luar. Gus Dur minta saya bawakan data penguat bila Kiai Ali memang penulis Shalawat Badar ke Jakarta," papar Kiai Syakir.
Gubernur Khofifah Berikan Penghargaan Jer Basuki Mawa Beya Emas Kepada Sang Pencipta Shalawat Badar KH. Ali Manshur Shiddiqhttps://t.co/rtQ4atIo9g@KhofifahIP@EmilDardak @KominfoJatim pic.twitter.com/Jjop5O5Hdr
— Pemprov Jawa Timur (@JatimPemprov) September 5, 2021
Sosok Kiai Ali Manshur memang unik, makamnya berada di Desa Maibit, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban.
"Abah itu punya buku harian dan suka menulis kegiatannya di buku harian, kertas kosong dan pinggir kitab. Sampai sekarang saya masih punya catatan pribadi Kiai Ali dalam tulisan Pegon dan Latin," kata Kiai Syakir.
Di antara catatan dalam tulisan pegon yang ditemukan seperti: Naliko kulo gawe lagune Shalawat Badar, yoiku sak ba'dane teko songko Makkah al-Mukarramah, kang tak anyari waktu lailatul qiro'ah kelawan ngundang almarhum Haji Ahmad Qusyairi sak muride. Yoiku ono malem jum'at tahun 1960, tonggoku podo ngimpi weruh ono bongso sayyid utowo habib podho melebu ono omahku. Wa karimati, Khotimah, ugo ngimpi ketho' kanjeng Nabi Muhammad iku rangkul-rangkulan karo al-faqir. Kiro-kiro dino jum'at ba'da shubuh, tonggo-tonggo podho ndodok lawang pawon, podho takon: 'Wonten tamu sinten mawon kolo ndalu?'. Lajeng kulo tanglet Habib Hadi al-Haddar, dan dijawab: 'Haa ulaai arwaahu ahlil badri rodhi-yalloohu 'anhum'. Alhamdulillahi Robbil 'aalamiin".
Dalam bahasa Indonesia, Bisnis mengartikan tulisan pegon tersebut yang kurang lebih sbb: tatkala saya menyusun lagu shlawat badar, yakni setelah pulang dari Makkah Al-Mukarrahmah (Kota yang Mulia), yang saya perbaharui saat lailatul qiro'ah (malam qiro'ah) dengan mengundang almarhum Haji Ahmad Qusyairi beserta muridnya. Yaitu di malam Jumat tahun 1960, tetangga bermimpi melihat ada bangsa sayyid atau habib masuk ke rumah. Wa karimati, khotimah (dengan kemuliyaan/karamah dan kebagusan), juga mimpi melihat Nabi Muhammad itu berpelukan dengan al faqir (KH M Ali Manshur). Kira-kira dino jumat setelah shubuh, para tetangga mengetuk pintu dapur, mereka bertanya: ada tamu siapa tadi malam? Kemudian saya bertanya Habib Hadi al-Haddar, dan dijawab: mereka itu arwah ahli badar, semoga Allah melimpahkan ridho kepada mereka. Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam.