Bisnis.com, MALANG - Kasus positif Covid-19 di Kota Malang bertambah 21 orang per-Senin (6/7/2020) yang secara kumulatif 278 orang sehingga Pemkot menekankan langkah terpadu tangani wabah tersebut. Walikota Malang Sutiaji pun jengkel dan geram.
Kepala Bagian Humas Pemkot Malang Nur Widianto mengatakan tambahan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 21 orang itu meliputi 12 dari kontak erat, 3 PDP yang keluar swab-nya, dan 6 pasien masih ditelusuri.
“Dengan tambahan positif Covid-19 sebanyak itu, maka secara kumulatif menjadi 278 orang dengan rinci meninggal 23 pasien (bertambah 2), sembuh 70 orang, dan dirawat 185 pasien (bertambah 19),” katanya.
Sementara itu, ODR 3.408 orang (bertambah 244), OTG 834 orang (bertambah 50), ODP 1.005 orang (bertambah 5), dengan rinci 44 orang dipantau (bertambah 4), 959 orang selesai dipantau (bertambah 1), dan 2 orang meninggal.
PDP total 417 orang (bertambah 10), PDP meninggal 38 orang (bertambah 3), f. PDP sehat (selesai pengawasan) 208 orang, dan PDP perawatan 171 pasien (bertambah 7).
Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji mengaku prihatin dan geram atas lonjakan konfirmasi positif yang semakin bertambah dari hari ke hari. Karena itulah, dia menggelar Rapat Koordinasi Penanganan Covid 19 Bidang Kesehatan di Ruang Sidang Balaikota Malang, Senin (6/7/2020).
Salah satu fokus utamanya adalah pelaksanaan UTBK yang sedang berlangsung di Kota Malang. Jangan sampai jadi kluster baru di Kota Malang.
"Saya ingin tegaskan, mengapa kota Malang tidak mengharuskan peserta UTBK (Ujian Tertulis Berbasis Komputer) untuk rapid test, karena saya tidak ingin ada kebijakan yang bersifat disparitas. Artinya saat orang dari luar kota dan atau warga dari Malang Raya mau berbelanja tidak diharuskan rapid, maka tidak adil apabila anak anak harus rapid. Ini tidak adil," ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa dirinya telah mengajukan keberatan apabila penetapan status zona (merah, orange, kuning, hijau) akan dilombakan. Kalau itu dilakukan, rawan, karena bisa jadi satu daerah untuk mampu meraih predikat zona tersebut maka tidak akan melakukan rapid massal dan maupun swab. “Ini bahaya, dan bisa jadi bom atom,” ucapnya.
Dia juga menanyakan kemampuan puskesmas mendeteksi data swab yang dilakukan secara mandiri. Ini penting, untuk penajaman langkah tracing dan tracking.
Isolasi mandiri juga menjadi bagian yang dievaluasi. Perhatikan faktor psikologi, faktor kelayakan hunian, faktor kedisiplinan dan membaurnya antara yg konfirm positif dengan yang sehat, sementara yang sehat masih bisa beraktifitas keluar. Ini rentan.
Dia juga menegaskan, rumah isolasi di eks gedung APDN (Akademi Pemerintah Dalam Negeri) di Jl Kawi telah beroperasional dan telah masuk 7 pasien yang meliputi 4 warga Mergosono yang sebelumnya isolasi mandiri dan 3 warga yang ter-sweeping opsgab karena reaktif rapid test.
Dalam temu antara Walikota Malang dengan perwakilan nakes dimaksud, juga terungkap adanya "kebandelan" warga yang menolak keluarganya yang meninggal untuk ditangani dengan protokol Covid-19.