Bisnis.com, MALANG - Apakah melakukan investasi diperlukan?Jawabannya tentu saja perlu agar dana yang dimiliki tidak malah nilainya berkurang karena digerus inflasi.
Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jatim Dewi Sriana Rihantyasni mengemukakan hal itu pada Sekolah Pasar Modal: Ngobrol Investasi yang digelar atas kerja sama Perwakilan Bisnis Indonesia Jatim, Perwakilan BEI Jatim, Branch Panin Sekuritas Surabaya, dan Ubud Hotel & Cottages di Ubud Hotel & Cottages Malang, Jumat (25/10/2019).
“Tapi dana itu diinvestasikan di mana dengan instrumen investasi seperti apa, ini yang perlu dicermati,” katanya.
Namun satu hal yang perlu dipahami calon investor, setiap instrumen investasi selalu ada risiko. Dia mencontohkan investasi dengan membeli rumah memang secara awam menjanjikan gain atau keuntungan yang menggiurkan, namun tetap saja berisiko, yakni tidak likuid karena belum tentu rumah yang dibeli cepat laku dijual.
Begitu juga investasi emas. Secara awam orang beranggapan bahwa harga emas cenderung menaik, namun yang tidak dipahami harga emas sebenarnya berfluktuasi, volatile, sehingga potensi investor merugi juga tetap ada. Artinya investasi di komoditas emas pun tetap berisiko.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara mengukur suatu investasi menguntungkan. Caranya sederhana, nilai keuntungan yang diperoleh dari investasi setidaknya melebihi dari angka inflasi.
Baca Juga
Instrumen investasi yang layak dipertimbangkan, kata Sriana, karena pertumbuhan sangat menjanjikan. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh investor juga menjanjikan.
Hasil Ganda
Investor yang membeli saham, selain memeroleh keuntungan dengan naiknya saham, juga memeroleh dividen jika perusahaan emiten yang sahamnya mereka melakukan RUPS.
Pilihannya sahamnya beragam. Ada 655 emiten yang tercatat di BEI. Ada pula pilihan saham yang syariah dan nonsyariah. Selain saham, di BEI juga diperdagangan obligasi dan reksadana yang dikelola perusahaan sekuritas.
Branch Manager PT Panin Sekuritas Surabaya Vico Jody Dwisetyo menguraikan lebih teknikal terkait dengan perdagangan saham. Dia memberi contoh misalnya bagaimana cara investor membeli saham dengan harga murah dan menjual dengan harga dibandingkan harga pasar.
Perlu juga investor, terutama yang bersifat trading, memperhatikan aspek musiman. Misalnya pada Ramadan-Lebaran, perlu dicari saham perusahaan consumer good seperti Unilever.
Dia juga menjelaskan tipe investor yang fanatik terhadap aksi pemain asing, perusahaan sekuritas asing. Artinya, setiap aksi dengan perusahaan sekuritas asing akan diikuti dengan dengan aksi yang sama investor tipe tersebut.
Hal itu masuk akal karena dana untuk aksi beli dan jual investor asing sangat besar sehingga apa pun aksi mereka akan mempengaruhi perdagangan saham. Namun secara umum, investor dalam membeli saham memperhatikan dua hal, yakni fundamental dan teknikal.
Salah seorang peserta kegiatan tersebut, Ketua STIE Kesuma Negara, Iwan Setya Putra, mengatakan kegiatan seperti ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa maupun pelaku saham.
Bagi mahasiswa, dengan memahami perdagangan saham dengan baik, maka ada alternatif karir selain menjadi karyawan maupun wirausahawan. Berinvestasi di saham dapat menjadi pilihan untuk berkarir dan memperoleh pendapatan.
“Di kampus sebenarnya juga diajaarkan mengenai perdagangan saham, namun dengan mengikuti kegiatan seperti ini informasinya lebih baru, update, praktis karena disampaikan oleh praktisi,” ucapnya.
Bagi pemain saham, sekolah semacam tetap perlu untuk meng-update informasi maupun pengetahuan tentang pasar modal.
Kepala Perwakilan Bisnis Indonesia Jatim Ahmad Faisal Kurniawan mengatakan lewat kegiatan ini Bisnis Indonesia bekerja sama dengan stake holder lainnya ingin berkonstribusi mencetak investor baru di kegiatan pasar modal.
“Seperti menjadi adagium di kalangan milenial, jika bisa menjadi pemilik perusahaan, investor, mengapa harus menjadi karyawan perusahaan,” ucapnya.(k24)