Bisnis.com, SURABAYA — Kementerian Perhubungan akan melakukan penelusuran terkait dugaan adanya pihak-pihak yang melakukan monopoli dari fasilitas tol laut yang diusung pemerintah sejak 2015.
Monopoli pasokan barang menyebabkan harga barang kebutuhan di daerah tujuan tetap tinggi.
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Hubungan Antarlembaga Buyung Lalana mengungkapkan sejauh ini, dugaan monopoli tersebut belum dapat dibuktikan sehingga pemerintah perlu mengakomodasi pelaku usaha yang terlibat program tol laut, dengan melakukan proses penelusuran rantai pasok.
"Nanti pemerintah akan masukkan ke sistem online sehingga akan lebih transparan soal siapa yang duluan memesan [slot di kapal], dengan apa diangkutnya, sampainya di daerah akan diterima oleh siapa, pemasarannya seperti apa, nanti akan ditelusuri semua," jelas Buyung di Surabaya, Senin (19/11/2017).
Buyung menyampaikan dengan adanya sistem aplikasi dalam jaringan, maka pemerintah akan dapat memantau langsung siapa yang menggunakan fasilitas tol laut dari hulu hingga hilir. Pemerintah ingin memastikan keberadaan tol laut tidak menjadi lumbung untuk mencari keuntungan segelintir pihak.
Dugaan praktik monopoli pada kapal dari fasilitas tol laut pertama disampaikan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat memberikan kuliah umum di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) belum lama ini.
Pada kesempatan tersebut, Budi menyampaikan ada informasi yang menyebutkan bahwa keberadaan tol laut dimanfaatkan oleh segelintir pelaku usaha atau pedagang sehingga harga sembako dan barang kebutuhan di lokasi tujuan yaitu wilayah timur Indonesia tetap tinggi.
"Tol laut itu untuk menyamakan harga sembako di daerah agar tidak terllau jauh perbedaannya dengan harga di Pulau Jawa. Pemerintah ingin setidaknya masyarakat wilayah timur Indonesia tidak harus menanggung biaya tinggi sehingga nantinya tingkat kemiskinan akan berkurang," jelas Buyung.
Berdasarkan instruksi Menhub, saat ini muatan tol laut diberikan komposisi sebesar 60% untuk mengangkut barang-barang sembako dan produksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan sisanya dapat digunakan oleh pelaku usaha untuk mengangkut benda kebutuhan lain seperti bahan konstruksi atau tekstil.