Bisnis.com, JAKARTA - Menembus pasar ekspor untuk komoditas alas kaki, tentu tidak mudah. Butuh kerja keras dan penantian yang panjang untuk dapat menembus pasar luar negeri.
Setidaknya itulah yang dialami CV Rumah Jeddiah, UMKM bidang produsen produk alas kaki mampu membawa produk perajin Jatim tembus ke pasar luar negeri setelah menunggu 20 tahun lebih berkat keberhasilan menembus pasar luar negeri dan meningkatkan kualitas produk.
Dalam gudang berukuran 300 m² yang dilengkapi ruang pertemuan berkonsep mezzanine di komplek Pergudangan Margomulyo Permai blok H no 17 Surabaya, Senin (16/06/2025), Bisnis berkesempatan menemui Owner CV Rumah Jeddiah, Daniel Oktavianus. Tampak dalam gudang sekitar 20 orang karyawan melakukan packing dus alas kaki untuk diambil kurir ekspedisi.
Dalam pertemuan siang itu, bapak 3 orang anak itu, mengatakan bahwa ekspor perdana produk alas kakinya ke negara Libya pada Desember 2024 menjadi sejarah bagi perusahaan sekaligus bagi Indonesia. Produk alas kaki Rumah Jeddiah akhirnya berhasil menembus pasar Libya pertama kali sebanyak 5.000 pasang dengan nilai penjualan sekitar US$25.000 atau sekitar Rp406 juta.
Capaian ekspor selanjutnya yakni ke Kuwait. Ekspor ini juga menjadi ekspor perdana produk alas kaki yang bisa tembus ke pasar Kuwait pada 3 Juni 2025 lalu.
“Acara pelepasan ekspor ke Kuwait tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Perdangan RI, Budi Santoso, sebanyak 8.800 pasang alas kaki yang dilepas pada saat itu bernilai US$38.000 atau senilai Rp618 juta,” ucap pengusaha kelahiran Surabaya, 27 Oktober 1984 itu.
Baca Juga
Dia menilai, produk alas kaki Indonesia cukup bertaji di negara seperti Libya dan Kuwait. Hal itu dibuktikan buyer Rumah Jeddiah di Libya secara khusus meminta agar produk alas kaki harus ada nama Indonesia-nya baik itu dari merek maupun dus kemasannya. Mereka sangat suka sama produk Indonesia.
“Indonesia my friend,” ujarnya menirukan perkataan buyer di Libya.
Mereka sangat terkesan dan heran melihat produk dari Indonesia karena selama ini yang mereka pahami hanya produk dari China, Italia dan Turki. Produk Indonesia dinilai berbeda karena karakternya khas dan variatif karena merupakan produk handmade semua.
“Khusus di Rumah Jeddiah sendiri punya 60 mitra UMKM dengan membawa kreasi yang berbeda setiap UMKM-nya,” ucapnya.
Kepercayaan dari buyer itu pada gilirannya memunculkan pula kepercayaan dirinya untuk mengembangkan produk dan pasar. Dia lalu terbang ke Nigeria, survei blusukan ke pasar dengan ditemani staf KBRI.
Dia menilai, Nigeria cocok dijadikan pasar ekspor hub ke negara-negara sekitarnya. Karena itulah, dia menjadikan Kota Kano di Negeria menjadi kota hub ekspor alas kaki untuk memasok ke negara-negara sekitar seperti Sudan, Mali, dan Kamerun.
“Jujur kalau hanya main di market lokal itu berat. Daya beli masyarakat saat ini tengah turun,” ucapnya.
Yang menjadi tantangan di segmen ekspor, kata dia, harus ekstra ketat menjaga kualitas produk ekspor agar barang terjaga sampai ke negara tujuan dengan baik.
Dia menerapkan quality control (QC) yang berlapis, pengecekan berulang-ulang untuk memastikan kualitas produk.
Menurut dia, pasar dalam negeri sebenarnya menguntungkan jika daya beli Masyarakat membaik. Segmen pasar bisa dibentuk. Lagi pula, konsumen pasar dalam negeri lebih mudah, tidak terlalu cerewet.
“Selama ini yang kita angkat untuk ekspor menggunakan brand Chaparnaum memang barang premium. Ada lagi produk yang kelas menengah yakni Jeddi John.
Range harga produk alas kaki kami jual dengan harga yang sangat murah yakni mulai dari Rp50.000bu hingga Rp180 .000 sepasang untuk varian yang paling mahal.
Dia menargetkan, tahun ini bisa ekspor ke dua negara lagi yakni wilayah Afrika dan Timur Tengah. Hingga September, dirinya akan fokus menerima pesanan dari pasar ekspor.
Pada Oktober, dirinya akan mengembangkan pasar dalam negeri, fokus ke pasar lokal karena persiapan bulan Ramadan. Pada momen tersebut, permintaan pasar sangat tinggi.
“Jadi untuk memenuhi kebutuhan ekspor menjelang Ramadan, saya sampaikan ke buyer agar pemesanannya enam bulan sebelum Ramadan sehingga tidak mengganggu produksi yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri,” ujarnya.
Dia menegaskan, konsep kerja CV Rumah Jeddiah adalah kemitraan dengan perajin. Karena itulah, dirinya terbuka untuk mendatangi ke perajin dari beberapa daerah di Jawa Timur seperti Kota Mojokerto, Sidoarjo juga Surabaya, untuk diajak kerja sama.
Dalam kerja sama itu, Rumah Jeddiah memasok bahan baku ke perajin. Dia membayar pekerja setiap pekan.
“Model bisa dari saya, juga bisa dari perajin,” ujarnya. Model alas kaki mengikuti tren mode yang berkembang sangat dinamis.
Secara modal, mitra UMKM kami diuntungkan karena tidak butuh modal yang besar, Kebutuhan kami yakni dari tenaga dan skill mereka, Pemerintah juga senang dengan model bisnis ini karena merasa terbantu untuk membantu UMKM yang syarat dengan permasalahan yang menderanya.
Margin keuntungan dari program kemitraan UMKM, dia meyakinkan, hanya sebesar 10 – 15%, agar perajin bisa eksis. Total UMKM mitra Rumah Jeddiah sekitar 50-60 dengan 800 orang perajin.
Dia meyakinkan, dari sisi bahan baku sampai saat ini aman. Seperti synthetic leather sudah sepenuhnya dapat dipenuhi dari produsen dalam negeri, sedangkan bahan baku yang harus impor, hanya sekitar 20-30% khususnya untuk aksesoris.
Dia meyakinkan pula, dirinya terbuka pada semua perajin yang datang untuk menawarkan barang ke perusahaan. Yang terpenting, kualitas dan kreatifitas mereka,
“Kami bisa menilai hasil kerjanya dari produk yang mereka produksi seperti dari lekukan juga dari cara pengeleman, masalah modal bisa kita yang mengarahkan.
Untuk berjualan secara online shop, kata dia, sampai saat ini masih berjalan. Namun persaingan di pasar sangat berat karena pemainnya banyak.
“Ibaratnya yang jualan 8 orang yang beli cuma 2 orang. Banyak yang jual dari yang beli. Semua online shop kami bermain disana ada beberapa toko,” katanya.
Selain itu, pendapatan dari penjualan online tidak banyak karena bersifat retail. Nominalnya hanya puluhan juta rupiah saja sebulan, masih lebih besar omset dari toko offline seperti dari department store juga toko grosir dan pasar tradisional.
Dia menilai, peran pemerintahan sangat penting dalam pengembangan UMKM, termasuk bagi Rumah Jeddiah. Selama ini, Rumah Jeddiah didukung Kementerian Perdagangan RI, Disperindag Provinsi Jatim khususnya dalam hal pameran.
“Peluang itu memang adanya di pameran terutama pameran bergensi dimana disana memungkinkan kita bertemu dengan orang-orang berpengaruh,” ujarnya.
Tahun lalu, Rumah Jeddiah mengikuti Trade Expo Indoensia (TEI) di Jakarta diajak Disperindag Provinsi Jatim sehingga gratis, sedangkan kalau mengikuti secara mandiri biayanya sampai Rp60 juta. Tahun ini untuk pameran TEI akan difasilitasi oleh Bank Jatim pada Oktober.
Dia berharap, sinergi dengan antar instansi pemerintah dan UMKM sangat penting. UMKM perlu diperbanyak difasilitasi mengikuti pameran terutama yang bersifat global karena di sana bertemunya antara buyer dan produsen.
Dalam pelepasan ekspor produk alas kaki Rumah Jeddiah, Menteri Perdagangan, Budi Santoso, mengatakan upaya UMKM alas kaki untuk menembus pasar ekspor seperti CV Rumah Jeddiah ini dapat diikuti lagi oleh lebih banyak UMKM.
”Momentum ekspor ke Kuwait pun perlu dimanfaatkan secara optimal agar produk-produk Indonesia dapat semakin menunjukkan daya saingnya di pasar global. Ekspor alas kaki ke Kuwait kali ini menunjukkan bahwa produk Indonesia mampu bersaing di pasar global, bahkan di kawasan yang belum banyak dijajaki eksportir kita. Syaratnya, harus punya kualitas dan mampu bersaing,” lanjutnya
Produk CV Rumah Jeddiah tersebut juga mendapat apresiasi langsung dari Mendag Budi Santoso. Budi bahkan mencoba langsung produk-produk itu dan menilai kualitasnya sangat baik meski dijual dengan harga yang sangat terjangkau. ”Saya lihat harganya murah, tetapi kualitasnya bagus. Sepatu hanya Rp 50.000-an, tetapi tidak kalah dari produk luar negeri, seperti dari China. Untuk ke depannya, pemerintah akan menyediakan pelatihan dan pendampingan berkelanjutan demi meningkatkan daya saing produk lokal,” ucapnya. (K24)