Bisnis.com, MALANG — Permintaan layanan konsumen ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejauh ini didominasi masalah perbankan, yakni mencapai 389 pengaduan. Sementara itu, masalah terbanyak yang diadukan seputar penipuan.
Kepala Kantor OJK Malang Biger A. Maghribi menjelaskan bahwa sampai 31 Juli 2024, OJK telah menerima 992 permintaan layanan konsumen. Topik layanan terbanyak masih terkait dengan penipuan (10,18%), permasalahan agunan (6,86%), dan kesulitan melakukan pelunasan dipercepat (6,25%).
Adapun, 389 pengaduan merupakan masalah perbankan, 227 pengaduan terkait industri financial technology atau fintech, 188 berasal dari industri perusahaan pembiayaan, 12 berasal dari industri perusahaan asuransi, serta sisanya merupakan layanan sektor pasar modal dan instansi lainnya yang tidak di bawah pengawasan OJK seperti koperasi dan e-commerce.
"Di sisi pemberantasan kegiatan keuangan ilegal, sejak 1 Januari sampai dengan 31 Juli 2024 pengaduan entitas ilegal yang diterima sebanyak 148 pengaduan," ujar Biger, Rabu (7/8/2024).
Sebanyak 19,59% konsumen yang menyampaikan pengaduan tersebut, kata dia, mengeluhkan pinjaman yang cair tanpa adanya pengajuan kredit. Lalu, 18,24% konsumen mengalami penipuan, dan 14,86% mengeluhkan perilaku penagihan yang disertai dengan teror dan intimidasi.
Menurutnya, OJK bersama dengan 15 kementerian dan lembaga yang tergabung dalam Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) telah menghentikan 8.271 pinjaman online atau pinjol ilegal sejak 2017 hingga Juni 2024.
Baca Juga
OJK menghimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati, waspada, dan tidak menggunakan pinjol ilegal karena berpotensi merugikan masyarakat, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi peminjam.
Bagi masyarakat yang mengetahui informasi tentang penawaran investasi, penghimpunan dan pengelolaan dana yang mencurigakan atau diduga ilegal, seperti memberikan tawaran return tinggi yang tidak logis, segera laporkan ke Satgas PASTI melalui email [email protected].
Berantas Pencucian Uang dan Judi Online
Dia menegaskan pula, OJK bersama Perbankan terus berupaya untuk meningkatkan efektivitas penerapan program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (APU, PPT dan PPPSPM).
Upaya OJK yang telah dilakukan antara lain memerintahkan bank untuk memblokir lebih dari 6.000 rekening yang diindikasikan terkait dengan transaksi judi online; meminta bank melakukan enhance due diligence (EDD) atas nasabah yang terindikasi terkait transaksi judi online dan melaporkan transaksi tersebut sebagai transaksi Keuangan mencurigakan kepada PPATK.
Jika dari hasil EDD terbukti nasabah melakukan pelanggaran berat terkait judi online, perbankan dapat membatasi bahkan menghilangkan akses nasabah tersebut untuk melakukan pembukaan rekening di bank (blacklisting).
Menurutnya, OJK terus memantau upaya perbankan untuk merespons tantangan dalam pemberantasan judi online melalui penguatan fungsi satuan kerja Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal serta satuan kerja Anti-Fraud, mengintensifkan upaya meminimalisir terjadinya praktik jual beli rekening, serta meningkatkan dan mengoptimalkan penggunaan Teknologi Informasi dalam mengidentifikasi tindak kejahatan ekonomi termasuk judi online.
Dia menegaskan pula, OJK beserta 35 Kantor OJK yang berlokasi diseluruh tanah air telah melakukan kampanye masif tentang pencucian uang berkerjsama dengan perbankan dan pihak terkait.
OJK memandang bahwa edukasi publik terkait dengan judi online perlu terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya judi online bagi masyarakat.
Di sisi lain, kata diam OJK kembali menyelenggarakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) untuk mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan penduduk Indonesia sebagai landasan program peningkatan literasi dan inklusi keuangan ke depan. Untuk pertama kalinya, SNLIK diselenggarakan OJK bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasil SNLIK tahun 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%. SNLIK tahun 2024 juga mengukur tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah. Hasil yang diperoleh menunjukkan indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia sebesar 39,11%. Adapun, indeks inklusi keuangan syariah sebesar 12,88%.
“Hasil ini justru positif karena jarak antara literasi dan inklusi tidak terpaut terlalu jauh sehingga mengindikasikan masyarakat betul-betul mengerti produk lembaga hjasa keuangan yang mereka manfaatkan,” ucapnya.
Sejak 1 Januari s.d. 31 Juli 2024, dia menegaskan, OJK telah melaksanakan 64 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 15.938 orang peserta. Upaya literasi keuangan tersebut disertai dengan penguatan program inklusi keuangan yang didukung oleh berbagai pihak, diantaranya melalui sinergi dalam tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD) yang melibatkan kementerian/lembaga, pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), akademisi, dan stakeholders lainnya. (K24)