Bisnis.com, SURABAYA - Harga komoditas cabai rawit di Jawa Timur dalam beberapa minggu terakhir ini terus merangkak naik seiring dengan meningkatnya tren konsumsi dan adanya curah hujan tinggi yang mempengaruhi produktivitas tanaman.
Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jatim, Nanang Triatmoko mengatakan di akhir tahun ini terjadi curah hujan tinggi sehingga mempengaruhi hasil produksi petani cabai, di samping juga ada tren permintaan yang meningkat.
“Akhir tahun memang biasanya ada tren permintaan karena akan ada momen Natal dan Tahun Baru, kemudian kan pandemi mulai berkurang, kafe dan restoran mulai ramai. Namun stok cabai cukup rendah karena produksinya terpengaruh curah hujan tinggi. Ini yang menyebabkan harganya naik,” ujarnya, Rabu (15/12/2021).
Dia menambahkan harga komoditas cabai rawit di tingkat petani saja saat ini sudah mencapai Rp50.000/kg. Harga tersebut terus merangkat naik perlahan-lahan. Sehingga harga di tingkat pasar pun telah mencapai Rp75.000/kg.
Berdasarakan data Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo) Jatim atau harga tingkat pasar per 14 Desember 2021 tercatat harga rata-rata komoditas cabai rawit mencapai Rp75.436/kg.
Baca Juga
Harga tertinggi terjadi Sumenep yang tembus Rp105.000/kg, dan harga terendah terjadi di Lumajang Rp39.333/kg. Dibandingkan seminggu sebelumnya atau 7 Desember 2021, harga rata-rata tercatat sudah mencapai Rp56.680/kg, dengan harga tertinggi terjadi di Sumenep Rp75.000/kg, dan terendah di Lumajang Rp30.000/kg.
Kenaikan harga mulai terjadi di awal Desember 2021, yakni pada 1 Desember harga cabai rawit berada di posisi Rp36.678/kg. Harga tertinggi saat itu terjadi di Ponorogo Rp52.500/kg, dan terendah di Lumajang Rp22.666/kg.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo mengatakan Jatim sendiri memiliki potensi produksi cabai rawit sepanjang tahun 2021 yakni mencapai 474.192 ton.
Demikian halnya akumulatif dalam setahun capaian produksi cabai rawit pada tahun 2021 di Jawa Timur dapat mencapai 474,192 ton atau surplus tahunannya mencapai 407.820 ton, terutama dari sentra-sentra cabai di Blitar, Malang, Jember, Lumajang, Sumenep dan Probolinggo.
“Khusus di November saja, seharusnya ada potensi produksi cabai rawit sebanyak 7.347 ton dari lahan seluas 1.441 ha, dan pada Desember ada potensi produksi 16.583 ton dari lahan seluas 8.764 ha,” katanya.
Hadi menambahkan, saat ini yang menjadi perhatian pemerintah terhadap komoditas ini adalah bagaimana mengantisipasi danya dampak La Nina berupa bencana hidrometeorologi banjir yang bisa mengancam sektor pertanian.
“Selain itu, ada kewaspadaan adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), karena musim hujan itu memiliki tingkat kelembaban tinggi yang dapat membuat OPT ini berkembang optimal,” imbuhnya.