Stigma
Di tengah masyarakat, masih ada stigma dan pengucilan terhadap pasien Covid-19 dan orang yang berada di sekitarnya. Padahal, penyakit tersebut adalah penyakit menular yang siapa saja bisa terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Hal semacam ini pernah terjadi di awal pandemi HIV/AIDS, karena awalnya sindrom penurunan daya tahan tubuh ini menular lewat hubungan seksual berisiko tinggi. Namun, penularan HIV berkembang hingga kepada kelompok tidak berisiko tinggi seperti istri atau ibu rumah tangga dan calon bayi di dalam kandungan, dan perlahan-lahan stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS (odha) berkurang di tengah masyarakat.
Covid-19 berbeda dengan HIV/AIDS, baik jenis virus maupun cara penularannya. Sekali lagi, tua dan muda, kaya dan miskin bisa tertular Covid-19.
Maka, Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Eddy Christijanto mengingatkan warga tidak mengucilkan keluarga dari karyawan pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk yang saat ini menjalani isolasi maupun perawatan di rumah sakit karena dinyatakan positif Covid-19.
"Kami sampaikan kepada ketua RT dan RW untuk ikut menjaga jangan sampai keluarganya ikut terkucilkan. Karena sekarang ini, ketika di lingkungan (perkampungan) ada satu positif, keluarga ikut dikucilkan," katanya.
Adapun Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti di Surabaya, Senin (4/5/2020), meminya Ketua dan pengurus rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) di Kota Surabaya, Jawa Timur, diminta tidak malu atau menyembunyikan jika ada warganya yang positif terpapar Covid-19.
"Itu malah merepotkan dan penyebaran semakin tidak diketahui," katanya.
Perlu ada edukasi terhadap para pengurus RT/RW terkait penanganan di wilayah masing-masing. Hal ini penting dilakukan untuk membantu pemerintah memutus rantai penularan Covid-19.
Pendekatan sosialisasi berbasis kelurahan perlu diperkuat menyusul 81,2 persen kelurahan sudah zona merah. Apalagi sebaran Covid-19 di Surabaya tiap hari semakin rata hampir di semua wilayah.
