Bisnis.com, MALANG—Destinasi wisata baru muncul di Kota Malang, yakni Kampung Djanti Padepokan , kampung wisata berbasis budaya, di Kel. Janti, Kec. Sukun.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Malang Ida Ayu Made Wahyuni mengatakan jikau menilik dari nama Kampung Padepokan yang berada Kelurahan Janti di Kota Malang ini, maka kampung ini harus benar-benar dijadikan sebagai tempat berlatih, menempa diri dalam berkebudayaan.
“Artinya semua bidang seni dapat diajarkan terutama bagi kalangan generasi muda masyarakat RW 4 Janti dan sekitarnya," katanya di sela-sela peresmian kampung budaya tersebut, Sabtu (30/12/2017).
Munculnya kampung-kampung tematik termasuk kampung budaya, kata dia, mencerminkan bahwa masyarakat Kota Malang termasuk generasi melenial, namun pada saat yang sama muncul tekad yang kuat untuk melestarikan seni tradisinya.
Dia mengapresiasi atas dukungan para pelaku seniman dan budayawan di Kota Malang. Ketika ada kegiatan budaya yang dilakukan komunitas di daerah tertentu, maka ada kebersamaan dari mereka untuk membantunya. Contohnya perhelatan Kampung Padepokan Djanti.
Peresmian kampung tersebut dimeriahkan pagelaran Tari Topeng Malang Tari Puspasari serta Wayang Suket serta perkusi rampak kendang. Perhelatan budaya itu disemarakkan dengan apresiasi tari anak Kampung Djanti Padepokan yang didukung dari berbagai sanggar tari seperti Sanggar Renainsance, Rengganis, Yuyun XP, Dinandar, Budi Ayugya yang menampilkan tari Kebyok Anting-anting.
Juga tari Ulo-uloan, Lenghang Nyai, Merak, Tari Merak, Tari Oglek, Garuda Nusantara, Dayak in Action, Lilin, Samarandana, Kembang Goyang, Experience, dan Dongeng Anak oleh Kak Aziz.
Penamaan Kampung Djanti Padepokan tidak lepas dari kehadiran seniman tari, Yongki Irawan, penggagas kampung tersebut, pada awal 1990-an. Waktu dia menempati areal sekitar persawahan, yang kala itu baru terdapat tiga rumah tinggal ‘warga gusuran’ Pasar Sukun.
Yongki sendiri adalah ‘korban penggusuran’ karena sebelumnya dia bertempat tinggal di areal Taman Indrokilo, yang konon menjadi semacam art center di Kota Malang, di bagian belakang Museum Brawijaya karena dibangun perumahan elite.
Kampung Djanti Padepokan sebenarnya bukan kampung budaya artificial, melainkan melalui proses panjang, sekitar 25 tahun.
Dikenal sebagai ‘Kampung Padepokan’ sebab Yongki pernah mendirikan suatu padepokan kecil semi-permanen pada areal persawahan di dekat rumah tinggalnya.
“Memang, semuanya ‘serba rintisan’, sehingga padepokannya tidak kunjung menjadi marak, dan bisa ditebak nasib penghjungnya, pada akhirnya gukung tikar,” kata Yongki.
Setelah lebih dari satu dasawarsa padepokannya tiada, dia berniat mengisi hari tuanya dengan berdarma budaya dengan menghidupkan kembali padepokan seni-budaya di kampung halamannya, yang sebanarnya telah lama dinamai dengan ‘Kampung Padepokan”.
Bedanya dengan padepokanya di era terdahulu sebagai padepokan pribadi, kali ini padepokan yang diancangkan berbasis pada masyarakat setempat, yakni padepokan publik,warga kampung.
Dengan dengan kata lain ‘kampung sebagai padepokan’, dalam arti kampung sebagai tempat pembelajaran, utamanya bidang seni-budaya khusus, seni-budaya buat anak-anak. Oleh sebab itu, dolanan dan kriya anak dijadikannya sebagai menu utama di Kampung Padepokan.
“Konsentrasi kami sebenarnya pada tutur ajar dan pendidikan karakter dengan kemasan wisata budaya,” ujar Isa Wahyudi, konsultan Wisata Budaya Kampung Djanti Padepokan yang dikenal dengan Ki Demang Malang dan Ki Demang Polowijen itu.