Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UMK Jatim 2022 Diputuskan, Begini Respons Serikat Buruh

Buruh menolak kenaikan itu karena tidak sesuai kebutuhan riil.
Sejumlah buruh berunjuk rasa di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (30/11/2021). Unjuk rasa buruh dengan memenuhi jalan utama pusat Kota Surabaya tersebut untuk menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022./Antara-Didik Suhartono.
Sejumlah buruh berunjuk rasa di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (30/11/2021). Unjuk rasa buruh dengan memenuhi jalan utama pusat Kota Surabaya tersebut untuk menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022./Antara-Didik Suhartono.

Bisnis.com, SURABAYA - Kalangan pekerja/buruh di Jawa Timur yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) menolak keputusan kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) di Jatim 2022 lantaran dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat.

Sekjen Komite Pusat SPBI, Fatkhul Khoir, mengatakan penetapan UMK 2022 yang mengacu pada PP No. 36 Tahun 2021 itu secara riil akan memberatkan masyarakat sebab tingkat kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan.

“Pada prinsipnya kita menolak kenaikan itu karena tidak sesuai kebutuhan riil. Upah itu kan masuk dalam kategori yang terdampak luas pada masyarakat, kalau kenaikan segitu secara riil memberatkan karena tingkat kebutuhan pokok terus naik,” ujarnya, Rabu (1/12/2021).

Dia mengatakan saat ini masih menjadi problem dalam perumusan upah sebab dalam PP No.36 Tahun 2021 juga mencatut PP No.78 Tahun 2015. Kemudian, terdapat formula yang dirumuskan dan kembali pada penghitungan Dewan Pengupahan.

“Dewan Pengupahan kan setiap bulan melakukan survei, dan artinya penghitungan tidak lagi pakai PP, tetapi lewat survei,” katanya.

Selain itu, lanjut Khoir, dalam PP tersebut juga dihitung berdasarkan format yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi 2020, dan digabungkan dengan tingkat inflasi 2020 sehingga hasilnya nol.

“Dalam PP itu pakai rumus pertumbuhan ekonomi 2020, bukan 2021. Kalau 2021 kan diproyeksi naik 5 - 7 persen. Jadi kebijakan ini saya pikir kemudian membuat dampak kemiskinan pada masyarakat,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper