Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Ekonomi Indonesia Menurut Tiga Ekonom dan Saran untuk Pemerintah

Era pandemi secara umum kondisi bank masih cukup baik namun tekanan pada bank Buku II mulai meningkat.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof Ahmad Erani Yustika pada Webinar Pemulihan Ekonomi dan Ketahanan Sektor Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Jumat (14/8/2020).
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof Ahmad Erani Yustika pada Webinar Pemulihan Ekonomi dan Ketahanan Sektor Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Jumat (14/8/2020).

Bisnis.com, MALANG - Kondisi ekonomi nasional diproyeksi masih tertekan sampai dengan 2021 sebagai imbas pandemi Covid-19.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof Ahmad Erani Yustika menegaskan Covid-19 merupakan wabah kesehatan yang mengakibatkan terjadinya krisis/resesi ekonomi di seluruh dunia.

“Tekanan yang cukup besar pada perekonomian Indonesia saat ini ditandai oleh penurunan pertumbuhan ekonomi,” katanya dalam WebProinar Pemulihan Ekonomi dan Ketahanan Sektor Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Jumat (14/8/2020).

Krisis ekonomi yang terjadi saat ini sangat spesifik, yakni dipicu oleh wabah, sehingga menghantam seluruh sektor ekonomi.

Pemerintah, kata dia, telah melakukan penanganan krisis, salah satunya dengan memberikan stimulus ekonomi ke sektor-sektor yang terdampak.

Dampak ekonomi Covid-19 pada sektor primer berupa sektor pertanian global turun 20 persen dan harga minyak menurun drastis. Pada sektor sekunder, 98 persen industri manufaktur global mengalami kelumpuhan. Pada sektor tersier, pendidikan, industri keuangan, dan sektor pariwisata mengalami nasib yang sama.

Di Asia Pasifik, pertumbuhan ekonomi semua mengalami pertumbuhan negatif pada 2020, kecuali China dan Vietnam yang tetap tumbuh meski tidak tinggi, namun pada 2021, semua negara semua tumbuh positif, termasuk Indonesia.

Menurut Bank Dunia, pada 2020 pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan negatif 4,9%, sedangkan Indonesia tidak terlalu dalam 0,3 persen. IMF memproyeksikan ekonomi dunia negatif 5,2 persen dan Indonesia 0 persen.

Bauran Kebijakan

Negara-negara yang mengalami resesi di kuartal II/2020, yakni AS yang mengalami kostrasi sebesar 32,9 persen, pada kuartal sebelumnya minus 5 persen. Jerman pada kuartal I pertumbuhan PDB-nya minus 2,2 persen, sedangkan penurunan ekonomi hingga minus 10,1 persen.

Hongkong pertumbuhan ekonominya di kuartal II/2020 sebesar minus 9 persen dibandingkan kuartal II tahun sebelumnya. Singapura pada kuartal I/2020 pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi sebesar minus 2,2 persen, saat ini pada kuartal II kontraksinya makin meningkat hingga 41,2 persen. Korea Selatan mengalami penurunan pertumbuhan yang tajam hingga 1998, yakni minus 3,3 persen di kuartal II/2020.

Instrumen kebijakan dalam pemulihan ekonomi nasional, yakni berupa dukungan konsumsi berbentuk PKH Rp37,4 triliun, sembako Rp43,6 triliun, Bansos Jabodetabek Rp6,8 triliun, bansos nonjabodetabek Rp32,4 triliun, prakerja Rp20 triliun, diskon listrik Rp6,9 triliun, logistik/pangan/sembako Rp25 triliun.

Subsidi bunga, yakni untuk BPR, perbankan, dan perusahaan pembiayaan Rp27,26 triliun; KUR, UMI, Mekaar, dan Pegadaian Rp6,4 triliun; dan insentif perpajakan, PPh 21 DTP Rp39,66 triliun, PPh Final UMKM DTP Rp2,4 triliun, pembebasan PPh 22 Impor Rp14,75 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp14,4 triliun, pengembalian pendahuluan PPN Rp5,8 triliun, penurunan tarif PPh Badan Rp20 triliun, cadangan dan stimulus lainnya Rp26 triliun.

Subsidi BBN dalam rangka B30 Rp2,78 triliun, percepatan pembayaran kompensasi Pertamina Rp45 triliun dan PLN Rp45,42 triliun. Tambahan belanja K/L dan sektoral, pariwisata Rp3,8 triliun, perumahan Rp1,3 triliun, dan cadangan stimulus fiskal lainya Rp60 triliun.

Dukungan untuk Pemda, cadangan DAK Fisik Rp9,1 triliun, DID Pemulihan Ekonomi Rp5 triliun, dan Penyediaan Fasilitas Pinjaman ke Daerah Rp1 triliun.

Penjaminan untuk Kredit Modal Kerja Baru bagi UMKM, belanja IJP Rp5 triliun dan cadangan penjaminan Rp1 triliun. PMN untuk PLN Rp5 triliun, HK Rp11 triliun, BPUI Rp6,27 triliun, PNM Rp2,5 triliun, dan ITDC Rp500 miliar.

Talangan investasi untuk modal kerja, PT Garuda Rp8,5 triliun, Perumnas Rp650 miliar, PT KAI Rp3,5 triliun, PTPN Rp4 triliun, dan KS Rp3 triliun dan

Penempatan dana pemerintah di perbankan dalam rangka restrukturisasi kredit UMKM.

Fokus Program

Terkait stimulus ekonomi, Erani menyarankan, perlu refocusing yang fokus pada penciptaan lapangan kerja dan daya beli. Prosedur eksekusi program disederhanakan, misalnya subsidi bunga.

Juga dibersihkan program dari perburuan rente. Kasus Kartu prakerja tidak boleh terulang kembali. Perlu dibuat konsensus yang mapan dengan pemerintah daerah, asosiasi, kampus, dan yang lain untuk menjadi jejaring besar eksekusi program stimulus ekonomi. Juga, memanfaatkan hasil riset yang sudah banyak dikerjakan oleh kampus dan institusi penelitian untuk membangun program yang kredibel.

Ekonom dan Founder CORE Indonesia Hendri Saparini menegaskan upaya memperkuat sektor keuangan di Indonesia harus diimbangi dengan memperkuat sektor riil sebagai pasar sektor tersebut. Tidak mungkin sektor keuangan kuat tanpa diimbangi dengan sektor riil yang kuat pula.

Namun, dia era pandemi, pemerintah harus fokus menangani sektor ekonomi yang perlu didorong. Salah satunya, sektor pangan. Implementasi, harus padu kebijakan antarkementerian. Jangan sampai mengembangkan sektor pertanian tapi perdagangan internasional tidak berubah.

Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menegaskan di era pandemi secara umum kondisi bank masih cukup baik namun tekanan pada bank Buku II mulai meningkat.

Namun ke depan, dia mengusulkan perlunya penguatan dan pembenahan good corporate governance di internal OJK, terutama meningkatkan fungsi pengawasan yang prudent bagi IKNB.

Juga diperlukan Dewan atau Badan Pengawas yang memiliki wewenang penuh dalam melaksanakan tugas pengawasan. Pelaksanaan seleksi dewan komisioner OJK yang independen agar terhindari dari konflik kepentingan. Juga, penyusunan regulasi untuk menutupi “loop hole” kebijakan yang dibutuhkan masyarakat.(K24)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper