Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lebih 470 Komunitas dari 14 Negara Kumpul di Bali Kritik IMF & Bank Dunia

Lebih 470 komunitas di 14 negara berkumpul di Bali untuk mengadakan Pekan Artikulasi Budaya yang mengkritisi dan menolak kegiatan yang dilakukan IMF dan World Bank selama ini.
Managing Director IMF Christine Lagarde (kedua kiri), President World Bank Group Jim Yong Kim (tengah), Director-General World Trade Organization Roberto Azevedo (kedua kanan), Director Strategy Policy and Review Department IMF Martin Muhleisen (kiri) dan Secretary-General Organisation for Economic Co-Operation and Development Angel Gurria (kanan) berfoto bersama sebelum memulai Trade Conference Session 1: Introductory Remarks di Laguna, Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018)./ANTARA-Jefri Tarigan
Managing Director IMF Christine Lagarde (kedua kiri), President World Bank Group Jim Yong Kim (tengah), Director-General World Trade Organization Roberto Azevedo (kedua kanan), Director Strategy Policy and Review Department IMF Martin Muhleisen (kiri) dan Secretary-General Organisation for Economic Co-Operation and Development Angel Gurria (kanan) berfoto bersama sebelum memulai Trade Conference Session 1: Introductory Remarks di Laguna, Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018)./ANTARA-Jefri Tarigan

Bisnis.com. DENPASAR--  Lebih 470 komunitas di 14 negara berkumpul di Bali untuk mengadakan Pekan Artikulasi Budaya yang mengkritisi dan menolak kegiatan yang dilakukan IMF dan World Bank selama ini.

14 negara tersebut seperti Indonesia, Filipina, Thailand, India, Brazil, Argentina, Timor Leste, Spanyol, Korea Selatan, Italia, Gana, Jepang, Perancis, dan Afrika Selatan.

Pekan Artikulasi Budaya Komunitas ini diprakarsasi oleh Gerak Lawan yang merupakan aliansi kelompok masyarakat sipil yang menggugat dan menolak kehadiran IMF dan World Bank.

Adanya Pekan Artikulasi Budaya dari Gerak Lawan menambah deret panjang penolakan Annual Meeting IMF-WB 2018 di Bali.

Koordinator Gerak Lawan Muhammad Reza Sahib mengatakan kegiatan pekan budaya ini akan diadakan dari Rabu (10/10/2018) sampai Minggu (14/10/2018) di halaman TVRI Bali.

Komunitas yang ikut serta dalam pekan budaya ini mulai dari kelompok tani, nelayan, perempuan, musisi, akademisi, hingga buruh migran.

Selama empat hari tersebut, komunitas ini tidak hanya akan menampilkan budaya masing-masing, melainkan juga memberikan kajian mengenai kehidupan tanpa Bank Dunia.

Kata dia, selama ini IMF dan World Bank tidak memiliki kontribusi bagi kesejahteran masyarakat dunia. IMF dan World Bank dinilai tidak memberikan hasil signifikan bagi perekonomian negara.

Padahal, di satu sisi, negara dunia ketiga seperti Indonesia dinilai memiliki berbagai komunitas yang telah bergerak sendiri tanpa mengikuti sistem keuangan yang dibuat IMF dan World Bank.

Jika nantinya, Indonesia dan negara-negara dunia ketiga lebih berporos pada komunitas dan tidak menggunggulkan cara-cara IMF dan World Bank maka masyarakat dinilai akan lebih sejahtera.

"Kita tidak mau ngurusin lembaga yang secara sistem gagal mengelola sumber daya alam, gagal mengelola ekonomi, sebaliknya dengan perlambatan ekonomi global, komunitas di seluruh dunia mampu bertahan dan punya alternatif sendiri," katanya, Rabu (10/10/2018).

Kata dia, komunitas di masing-masing bangsa selama ini bergerak tidak hanya dalam meningkatkan produksi namun hidup dengan sesuai kebutuhan.

Komunitas bangsa ini tidak lagi berbicara mengenai ketahanan pangan melainkan kedaulatan pangan yang membahas lebih mendasar mengenai produksi dan distribusi.

Menurutnya, selama ini banyak negara yang mampu hidup tanpa IMF dan World Bank, contohnya Nepal dan Timor Leste. Namun, dua negara ini tetap mampu menggerakkan roda perekonomian.

"Komunitas pertanian Thailand mereka tidak pakai uang, mereka punya alat tukar dan punya sistem seperti cara konsumsi dan produksi, mereka punya bank desa, dan diakui bank sentral negara," katanya.

Kata dia, gerak lawan berusaha untuk mengeluarkan Indonesia dan negara Asia Pasifik dari belenggu dominasi negara utara. Mereka mengusulkan mulai dari pergerakan komunitas bangsa dalam hal keuangan hingga tidak menggantungkan nilai tukar rupiah pada dollar.

Bahkan, Indonesia harus berhenti menggantungkan GDP sebagai indikator ekonomi. Kata dia, salah satu ilmuan di Gerak Lawan telah mengusulkan indikator ekonomi yang disebut dengan the growth.

Dari the growth menjelaskan tidak ada masalah dari adanya inflasi dan daya beli menurun. Indikator ekonomi yang sesungguhnya adalah kekampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya.

 "Usulan kita bahwa Indonesia sebagai negara bangsa harusnya bisa melampaui , tidak harus ikut resep IMF dan World Bank, jangan dengan kaca mata negara maju melalui pendekatan teknologi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper