Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPEC Tunggu Rusia, Bagaimana Nasib Kesepakatan Produksi Minyak?

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) belum juga mencapai kesepakatan mengenai pemangkasan produksi minyak dalam pertemuannya pekan ini di Wina.
Markas OPEC di Wina, Austria/Reuters-Leonhard Foeger
Markas OPEC di Wina, Austria/Reuters-Leonhard Foeger

Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) belum juga mencapai kesepakatan mengenai pemangkasan produksi minyak dalam pertemuannya pekan ini di Wina.

Setelah dua hari perundingan di Wina, Menteri Energi Saudi Khalid Al-Falih mengatakan tidak meyakini akan tercapainya kesepakatan ketika OPEC kembali mengadakan pertemuan dengan sekutu-sekutunya pada hari ini, Jumat (7/12/2018) waktu setempat.

Usulan untuk pemangkasan produksi gabungan sebesar 1 juta barel per hari saat ini dibiarkan menggantung dalam ketidakpastian.

“Tidak semua pihak siap untuk memangkas secara merata. Rusia belum siap untuk pemangkasan substansial,” kata Al-Falih kepada awak media di Wina, seperti dilansir dari Bloomberg.

Kegagalan untuk memperoleh kesepakatan adalah contoh terbaru tentang bagaimana OPEC berada di bawah tekanan dari kekuatan yang menggambar ulang peta minyak global, sehingga membuatnya semakin bergantung pada dukungan non-anggota OPEC macam Rusia.

Banyak yang telah berubah untuk OPEC sejak tahun 2016, ketika Rusia dan Arab Saudi mengakhiri perselisihan historis mereka dan mulai mengelola pasar minyak bersama. Aliansi ini telah mengubah kartel menjadi duopoli dengan Rusia semakin menegaskan kekuatannya.

Saat para menteri masing-masing negara berkumpul di markas OPEC, Menteri Energi Rusia Alexander Novak terbang ke St. Petersburg untuk bertemu Presiden Vladimir Putin guna memutuskan kontribusi negara mereka.

Jika mitra terpenting dalam aliansi OPEC+ ini memutuskan untuk melakukan pemangkasan produksi yang cukup besar, maka OPEC akan menindaklanjutinya.

“Kesan bahwa kelompok itu tidak dapat benar-benar mengambil keputusan tanpa mendengar dari Moskow akan sulit dicerna bagi beberapa anggotanya,” kata Derek Brower, seorang direktur di konsultan RS Energy Group.

“Pasar tidak akan peduli jika besok mereka mengelola pemangkasan yang cukup besar dengan metrik yang tepat, tetapi itu juga masih sangat diragukan.”

Ketika produsen-produsen di Timur Tengah membutuhkan pendapatan minyak yang tinggi untuk membayarkan pengeluaran pemerintah, kondisi berbeda dialami Rusia yang mengatur surplus anggaran dan manfaat dari pelemahan nilai tukar rubel yang memitigasi dampak harga minyak mentah lebih rendah dalam dolar AS.

Menurut salah satu pejabat Kremlin, pemerintah mengkhawatirkan tentang dampak harga minyak yang lebih tinggi terhadap konsumen, sehingga memicu ketidakpuasan dengan kebijakan ekonomi.

Kendati Rusia, produsen terbesar dalam kelompok OPEC+, pada dasarnya telah sepakat untuk memangkas produksi, potensi besaran dari kontribusi mereka tetap tidak terdefinisikan melalui pembicaraan pekan ini di Wina.

Dalam suatu pembicaraan pribadi awal pekan ini, delegasi OPEC mengatakan bahwa Arab Saudi cenderung menginginkan Rusia memangkas produksi sekitar 300.000 barel per hari, tetapi Moskow mempertimbangkan pemangkasan lebih kecil sekitar 150.000 bph.

Hal lain yang mencuat dalam pembicaraan OPEC pekan ini adalah kontribusi Iran, menurut seorang delegasi. Negara tersebut saat ini menjalani sanksi AS dan karenanya tidak akan berpartisipasi dalam langkah pembatasan apa pun, seperti dikatakan Menteri Perminyakan Bijan Zanganeh.

Para menteri OPEC juga diungkapkan membahas apakah akan membebaskan Libya dan Venezuela dari langkah pemangkasan produksi. Negara-negara itu, bersama dengan Nigeria, menentang untuk ambil bagian dalam pengurangan pasokan.

“Beberapa negara akan berjuang karena ekonomi mereka dan Nigeria sendiri hanya bisa mengelola pemotongan kecil,” ujar Menteri Negara untuk Sumber Daya Perminyakan Emmanuel Kachikwu.

Di luar perbedaan internalnya, OPEC juga menghadapi pertentangan keras dari Presiden AS Donald Trump, yang telah beberapa kali menggunakan akun Twitter-nya untuk mengkritik kebijakan OPEC dan melihat harga minyak yang rendah sebagai kunci untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi Amerika.

Di tengah diskusi para menteri di Wina pada Rabu (5/12) saja, Trump mencuit bahwa dunia "tidak ingin melihat, atau membutuhkan, harga minyak yang lebih tinggi.”

OPEC akan kembali mengadakan pertemuan hari ini pukul 9 pagi waktu Wina dan kemudian akan bertemu dengan negara-negara non-OPEC, termasuk Rusia, pada pukul 12 siang waktu setempat.

“Risiko OPEC+ untuk tidak dapat mencapai kesepakatan selalu sangat tinggi dan hal ini kini akan menekan harga secara signifikan lebih rendah,” kata Amrita Sen, kepala analis minyak di Energy Aspects Ltd.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper