Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Stabil Bikin BI 'Pede' Tahan Suku Bunga

Peluang Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga pada kisaran 5,75% terbuka lebar seiring stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dalam sebulan terakhir.
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA - Peluang Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga pada kisaran 5,75% terbuka lebar seiring stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dalam sebulan terakhir. Bahkan, rupiah pada awal November lalu sempat menguat hingga ke kisaran Rp14.600 terhadap dolar AS.

Sebanyak 26 ekonom yang disurvei memperkirakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14-15 November 2018 akan mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate (7-DRR Rate) pada level 5,75%.

Kepala Riset LPEM UI Febrio N Kacaribu mengemukakan pergerakan rupiah dalam beberapa minggu terakhir seharusnya cukup membuat Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuannya.  

"Kami memandang BI akan perlu menaikkan suku bunga kebijakannya di bulan Desember," kata Febrio, Rabu (14/11/2018).

Hal ini dilakukan untuk merespons kenaikan Fed Fund Rate yang akan terjadi pada Desember 2018. Sementara itu, Febrio melihat defisit transaksi berjalan pada kuartal IV/2018 dan 2019 akan semakin baik. Walaupun, pelebaran pada kuartal III/2018 cukup tinggi hingga 3,4%. 

Perbaikan defisit ini didorong oleh mahalnya biaya impor dan dampak bauran kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan BI. 

Harga Minyak Stabil

Selain itu, Febrio mengungkapkan harga minyak cukup stabil setelah mengalami penurunan. Namun, dia meyakini pergerakannya sulit ditebak. Di sisi lain, dia melihat permintaan domestik bersamaan dengan meredanya tekanan sektor eksternal terutama didorong oleh ekspektasi berkurangnya tekanan perang dagang.

"Ini dapat menjadi alasan optimis untuk melihat perkembangan pasar," ujar Febrio. 

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David E Sumual mengungkapkan stabilnya nilai tukar dan penurunan harga minyak dunia menjadi faktor utama yang mendorong bank sentral menahan suku bunga, walau pelebaran defisit pada kuartal III/2018 cukup besar. 

"Ke depannya kita tetap waspada juga, kita harus konservatif dari sisi transaksi berjalan juga," tegas David. Pasalnya, pergerakan kondisi eksternal ke depan masih diwarnai oleh turbulensi karena Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan tahun depan. 

Dia berharap defisit transaksi berjalan pada tahun depan berada di bawah 2,5%. Oleh karena itu, bank sentral akan tetap ahead of the curve pada tahun depan. 

"Harus begitu karena kondisi likuiditas globalnya mengetat. Harapannya tidak ada isu tambahan, seperti isu perang dagang dan harga minyak yang sekarang sudah agak mereda," kata David. 

Peluang Naikkan Suku Bunga

BI memiliki peluang besar untuk menaikkan suku bunganya hingga 6% pada Desember 2018. Hal ini tetap harus dilakukan untuk menjaga daya tarik valuasi aset di dalam negeri. Di tengah kondisi pengetatan seperti saat ini, David yakin semua negara dengan kondisi fundamental mirip Indonesia akan melakukan hal serupa. 

Sementara itu, dia melihat Indonesia masih harus bergantung pada pendanaan dari investasi portofolio di tengah perlambatan investasi langsung. Adapun, reformasi struktural pemerintah melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) diyakini memerlukan waktu untuk menunjukkan hasil yang diinginkan. 

BI sendiri selama tiga bulan terakhir telah menegaskan bahwa fokus utamanya saat ini adalah menekan defisit transaksi berjalan dan menjaga daya tarik pasar keuangan dalam negeri. 

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dapat smemperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. 

"Kami pastikan kenaikan suku bunga acuan ini untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan merupakan bagian dari langkah menurunkan defisit transaksi berjalan," kata Perry, beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper