Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Teruskan Reformasi Struktural agar Pertumbuhan Jangka Pendek Tak Stagnan 5%

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek terancam stagnan di kisaran 5% jika pemerintah tidak melanjutkan reformasi struktural.
Jakarta, tampak muka ekonomi Indonesia./Reuters-Darren Whiteside
Jakarta, tampak muka ekonomi Indonesia./Reuters-Darren Whiteside

Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek terancam stagnan di kisaran 5% jika pemerintah tidak melanjutkan reformasi struktural.

Staf Ahli Kementerian PPN/Bappenas Bambang Prijambodo mengatakan beberapa tahun terakhir ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5%, jauh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Asia.

Untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi, ekonomi Indonesia harus mendekati 6%. Oleh karena itu, tugas pemerintah adalah mengisi kesenjangan antara 5% dan 6% dengan reformasi kebijakan.

Berdasarkan diagnosa Bappenas, stagnasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia disebabkan oleh masalah produktivitas.

"Produktivitas Indonesia relatif rendah dan setelah krisis Asia, produktivitas Indonesia tidak tumbuh secepat negara lainnya," ungkap Bambang dalam pidatonya di Indonesia Economic Outlook 2019, Senin (12/11/2018).

Ketika digali lebih dalam, dia menuturkan Bappenas menemukan pemicu utamanya adalah masalah transformasi struktural. Lebih dari 30% pekerja Indonesia masih terfokus di sektor agri.

Di samping itu, Bambang memaparkan Indonesia mengalami fase industrialisasi yang prematur. Walaupun pangsa manufaktur termasuk tinggi, pangsanya tidak lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia.

Performa manufaktur industri yang kurang cemerlang ini memberikan dampak pada performa perdagangan luar negeri Indonesia.

Ekspor Indonesia dalam 40 tahun terakhir masih didominasi oleh komoditas. Malaysia dan Thailand pada 1970-an masih berbasis komoditas. Akan tetapi, kedua negara tersebut kini dapat mengekspor elektronik.

Adapun, masalah utama Indonesia dalam mendorong proses transformasi struktural adalah rendahnya kualitas investasi.

"Stok infrastruktur Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dan alasannya adalah Indonesa tidak melakukan investasi yang cukup di sektor manufaktur setelah krisis," kata Bambang.

Kabar baiknya, lanjutnya, investasi infrastruktur Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cukup membantu. Namun, Bambang memandang hal tersebut belum cukup.

Selanjutnya, investasi di sektor permesinan dan investasi asing langsung cukup rendah. Indonesia tak bisa bersaing dengan negara lain jika Indonesia tidak memiliki investasi di sektor permesinan yang cukup. Rendahnya investasi asing langsung ini berbanding lurus dengan rendahnya transfer teknologi.

Di samping itu, investasi SDM dinilai masih sangat kurang. SDM lulusan sekolah menegah atas dan perguruan tinggi di Indonesia relatif rendah.

Masalah ini tidak hanya tampak dalam hal kuantitas, tetapi dalam hal kualitas pendidikan. Hal ini tecermin dari tenaga kerja yang masih didominasi pekerja tidak terlatih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper