Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PERSPEKTIF: Kawasan Industri dan Pengembangan Manufaktur Berkelas Internasional  

Pertumbuhan kawasan industri ke depan harus dapat memfasilitasi industri manufaktur di Indonesia agar mampu menghasilkan produk barang yang berkualitas dan memenuhi standar internasional.
Suasana di kawasan industri terpadu Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Kamis (8/3/2018)./ANTARA-Zabur Karuru
Suasana di kawasan industri terpadu Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Kamis (8/3/2018)./ANTARA-Zabur Karuru

Bisnis.com, JAKARTA – Melalui program Nawacita, 4 tahun perjalanan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla membawa titik terang bagi iklim investasi industri pengolahan di Indonesia.

Peningkatan pertumbuhan industri manufaktur tentu harus sejalan juga dengan pertumbuhan kawasan industri yang merupakan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan berbagai infrastruktur dan utilitas, kemudahan-kemudahan dan fasilitas investasi, serta berwawasan lingkungan sehingga dapat meningkatkan daya saing industri.

Pertumbuhan kawasan industri, khususnya dalam kurun waktu 50 tahun, telah mengalami beberapa tahapan perkembangan. Pada 1970-an, upaya pertama pemerintah adalah memfasilitasi pertumbuhan industri yang jumlahnya semakin meningkat.

Di tahap ini kawasan industri hanya dikembangkan oleh pemerintah daerah (pemda)/badan usaha milik negara (BUMN) dengan jumlah yang masih terbatas. Semakin meningkatnya arus investasi yang masuk ke Indonesia dan seiring dengan berdirinya Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) pada tahun 1988, diusulkan kepada pemerintah agar swasta dapat diberikan kesempatan ikut mengembangkan kawasan industri.

Akhirnya, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 53/1989 tentang Kawasan Industri. Hal positif dari dikeluarkannya regulasi tersebut adalah tumbuhnya kawasan-kawasan industri yang dikembangakan oleh swasta di berbagai daerah terutama di pulau Jawa seperti di sisi koridor jalan tol Jakarta – Cikampek, di Jawa Tengah, Jawa Barat dan pulau Batam.

Pembangunan kawasan industri semakin berkembang dengan diterbitkannya PP No. 24/2009 tentang Kawasan Industri, UU No. 3/2014 tentang Perindustrian dan turunannya yaitu PP No. 142/2015 tentang Kawasan Industri yang mewajibkan industri manufaktur baru berlokasi di kawasan industri untuk memberikan jaminan terhadap kepastian investasi.

Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) mencatat ada 87 kawasan industri yang tersebar di 18 propinsi dengan total area 86.059 hektare. Jawa Barat merupakan wilayah yang paling cepat pertumbuhan kawasan industrinya, terutama di sekitar wilayah Bekasi–Karawang– Purwakarta.

Adapun, penyebarannya di kabupaten Bekasi terdapat 10 kawasan industri dengan total luasan area 9.600 hektare. Di kabupaten Karawang, terdapat 11 kawasan industri dengan luasan area mencapai 6.432 hektare. Sementara itu, di Purwakarta ada dua kawasan industri dengan total luasan 1.476 hektare.

Perkembangan kawasan industri lainnya di Indonesia, yaitu di Jawa Tengah terdapat sembilan kawasan industri dengan luas 4.197 hektare dan di Jawa Timur ada delapan kawasan industri dengan total luasan 6.334 hektare.

Pemerintah juga terus mendorong upaya pengembangan kawasan industri di luar pulau Jawa dalam rangka pemerataan ekonomi. Kawasan industri di luar pulau Jawa pertama kali dikembangkan di Medan dan sekitarnya, kemudian menyusul di Makassar, Batam Kepulauan Riau, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah.

Tercatat pengembangan kawasan industri di luar pulau Jawa sampai saat ini ada 34 kawasan industri dengan total luasan lahan 48.485 hektare.

Sejak 2015, Kementerian Perindustrian telah menargetkan 18 kawasan industri baru yang akan beroperasi. Kawasan Industri (KI) tersebut diantaranya adalah KI Ladong, KI Lhokseumawe, KI Sei Mangkei, KI Tanjung Buton, KI Jambi, KI Golden Integrated Industrial Port Estate (GIIPE), KI Kuala Tanjung dan KI Dumai yang keseluruhannya berada di pulau Sumatera.

Di Kalimantan ditargetkan ada dua kawasan industri baru yang dapat beroperasi, yaitu KI Landak dan KI Ketapang. Sementara di Sulawesi akan ada lima kawasan industri, yaitu KI Bitung, KI Palu, KI Morowali, KI Konawe, dan KI Bantaeng.

Di pulau Jawa ada tiga kawasan industri yaitu KI Wilmar, KI Kendal dan KI Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE). Dari beberapa kawasan industri tersebut yang telah beroperasi dan sedang dalam tahap konstruksi yaitu KI JIIPE, KI Morowali, KI Sei Mangkei, KI Dumai, KI Kendal, KI Palu dan KI Bantaeng, KI Wilmar, dan KI Tanjung Buton.

Beberapa dari kawasan industri baru diatas juga masuk sebagai proyek pembangunan prioritas sesuai amanat Perpres No 58/2017 tentang Perubahan atas Perpres No. 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Konsep Pengembangan

Di era pemerintahan Jokowi-JK, kawasan industri dikembangkan dalam beberapa konsep, di antaranya konsep integrated industrial city yaitu kawasan industri terpadu yang terhubung dengan infrastruktur dan utilitas industri (seperti pelabuhan, pembangkit listrik), sarana komersial dan pemukiman.

Kemudian, konsep eco industrial park atau yang dikenal dengan kawasan industri hijau berbasis ramah lingkungan dan energi terbarukan. Konsep kawasan industri juga mulai dikembangkan berdasarkan pada kompetensi inti produk daerah (seperti kawasan industri Dumai di Riau yang mengembangkan potensi industri kelapa sawit, kawasan industri Morowali mengembangkan pengolahan/pemurnian hasil tambang feronikel dan turunannya, serta daerah–daerah lainnya yang memiliki potensi sumber daya alam dan mineral).

Perkembangan pasar berbasis ekonomi syariah dan produk sehat juga mendorong kebutuhan adanya konsep kawasan industri halal.

Program Making Indonesia 4.0 dalam rangka menyongsong revolusi industri ke-4 yang diharapkan mampu merevitalisasi sektor industri manufaktur Indonesia juga membutuhkan desain ulang kawasan industri yang mampu menyediakan layanan infrastruktur dan utilitas berbasis high-technology, khususnya sebagai penunjang lima sektor industri manufaktur yang telah ditetapkan.

Kelima sektor industri tersebut adalah makanan dan minuman, otomotif, elektronik, tekstil, dan kimia. Kawasan industri modern dituntut harus mampu melakukan lompatan untuk merebut persaingan di pasar global.

Pertumbuhan kawasan industri ke depan harus dapat memfasilitasi industri manufaktur di Indonesia agar mampu menghasilkan produk barang yang berkualitas dan memenuhi standar internasional.

Sementara itu, integrasi antarbeberapa potensi daerah yang ada saat ini juga perlu mendapatkan perhatian. Sebagai contoh Wilayah Ekonomi Strategis Sumatera Bagian Utara (WES Sumbangut) terdapat kawasan-kawasan industri di daerah Medan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, pelabuhan Kuala Tanjung, Bandar Udara Kualanamu, Kawasan Strategis dan Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba serta KEK Lhokseumawe yang perlu diintegrasikan potensinya.

Juga potensi daerah di Wilayah Ekonomi Strategis Jawa Barat Utara Bagian Timur (WES Jabar Timur) membutuhkan integrasi keberadaan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, akses jalan tol Cipali, rencana pembangunan pelabuhan Patimban, kilang minyak Balongan, waduk Jatigede dengan potensi pengembangan kawasan-kawasan industri di kabupaten Subang, Majalengka, Indramayu sampai Cirebon.

Isu-isu strategis nasional tersebut menjadi perhatian Kelompok Kerja Industri Logam Dasar dan Kawasan Industri (Pokja ILDKI) Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).

Sejauh ini, beberapa permasalahan masih dialami oleh para pengembang kawasan industri di luar Pulau Jawa, antara lain masalah ketersediaan infrastruktur dasar seperti pelabuhan, akses jalan ke kawasan industri, ketersediaan listrik dan air baku.

Pemerintah perlu fokus memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh pengembang kawasan industri di luar pulau Jawa karena biaya pembangunan infrastruktur dasar di daerah-daerah tersebut dianggap masih terlalu tinggi jika harus ditanggung oleh pengembang.

Disamping itu, perolehan lahan juga masih menjadi kendala karena tidak semua Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang disusun oleh Pemerintah Daerah (Pemda) telah mengalokasikan untuk wilayah pengembangan kawasan industri.

Diharapkan untuk pengembangan kawasan industri di luar pulau Jawa perlu adanya suatu kesepakatan antara pemerintah pusat dengan pemda (provinsi dan kabupaten/kota), di mana alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat difokuskan dalam penyediaan infrastruktur terpadu untuk pengembangan kawasan industri yang nantinya akan memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan daerah.

Pemerintah daerah dan BUMN yang membangun kawasan industri di daerahnya juga diharapkan bersedia dan mampu bekerja sama dengan mitra strategis perusahaan swasta nasional maupun asing untuk lebih dapat mengundang investor.

*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Senin (12/11/2018)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper