Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peluang Ekspor dari Pelonggaran Trade Remedies Tak Tergarap Maksimal

Sepanjang tahun ini, produk nonmigas Indonesia mendapatkan cukup banyak pelonggaran kebijakan trade remedies dari sejumlah negara. Sayangnya, fasilitas tersebut belum termanfaatkan dengan baik untuk mendongkrak ekspor.

Bisnis.com, JAKARTA — Sepanjang tahun ini, produk nonmigas Indonesia mendapatkan cukup banyak pelonggaran kebijakan trade remedies dari sejumlah negara. Sayangnya, fasilitas tersebut belum termanfaatkan dengan baik untuk mendongkrak ekspor.

Trade remedies adalah instrumen yang digunakan secara sah untuk melindungi industri dalam negeri suatu nergara dari kerugian akibat praktik perdagangan tidak sehat (unfair trade). Bentuknya bisa berupa bea masuk antidumping (BMAD) maupun bea masuk tindak pengamanan sementara (BMTP) atau safeguards.

Tahun ini, setidaknya terdapat 16 komoditas ekspor Indonesia yang dikecualikan, dibebaskan, atau dihentikan dari pengenaan trade remedies oleh sejumlah  negara mitra dagang. (Lihat grafis)

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengakui, pembebasan hambatan dagang ke negara tujuan ekspor memang belum dapat mendongkrak ekspor secara maksimal.

“Ketika kita mendapatkan atau memenangkan gugatan atas hambatan dagang ke negara tujuan ekspor, tidak serta merta membuat akses pasar kita semakin luas. Akan tetapi, setidaknya kami dapat membuat produsen Indonesia kembali berbisnis seperti semula,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (14/10/2018).

Untuk itu, dia menyebut perundingan dagang dan kerja sama ekonomi untuk memperluas akses pasar Indonesia di luar negeri sangat penting dikebut. Langkah itu dinilainya lebih bermanfaat untuk memacu dan memperluas pangsa pasar ekspor Indonesia.

Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan, pelonggaran trade remedies seharusnya bisa menjadi peluang untuk mendongkrak ekspor. Namun, kinerja perdagangan yang masih lemah membuktikan peluang tersebut tidak tergarap dengan baik.

Kendati ekspor nonmigas sepanjang Januari—Agustus 2018 mencapai US$108,69 miliar, tumbuh 10,02% secara year on year (yoy), Faisal melihat ekspor komoditas utama seperti crude palm oil (CPO) justru terkoreksi 11,55% secara yoy.

“Padahal, produk turunan CPO—dalam hal ini biodiesel—telah berhasil mengamankan aksesnya di pasar Uni Eropa [UE] awal tahun ini, dan Eropa adalah salah satu pasar ekspor terbesar Indonesia,” ujarnya.

Dia juga memandang, ekspor kertas serta besi dan baja belum maksimal meskipun sudah bebas dari trade remedies sejumlah negara. Hal tersebut terjadi lantaran Indonesia masih mendapatkan cukup banyak hambatan dagang nontarif ke negara tujuan ekspor.

“Hambatan nontarif yang berlapis-lapis masih menghadang produk Indonesia, sehingga ekspor kita pada akhirnya tetap tidak maksimal. Padahal, jika dilihat, beberapa produk yang dibebaskan hambatan dagangnya adalah andalan ekspor RI yang bisa memperkuat neraca dagang kita.”

Untuk itu, dia menilai perlunya peran intelejen sektor perdagangan dalam menganalisis hambatan dagang nontarif yang ada di negara tujuan ekspor. Langkah itu penting dilakukan guna menyusun strategi lanjutan setelah RI mendapatkan pembebasan trade remedies.

Permasalahan lainnya, Faisal menilai daya saing produk Indonesia di pasar ekspor masih kurang. Alhasil, ketika pintu ekspor produk Indonesia kembali terbuka pascapelonggaran trade remedies, para pengusaha Tanah Air masih kesulitan untuk memanfaatkannya.

Rendahnya daya saing produk ekspor Indonesia dipicu oleh biaya produksi dan logistik yang tinggi. Akibatnya, ketika produk RI kalah bersaing secara bebas dengan negara pesaing, sepeti Vietnam.

TREN DEFISIT

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menambahkan, belum termanfaatkannya peluang pelongagran trade remedies untuk mengerek ekspor menjadi salah satu penyebab defisit neraca perdagangan berpotensi kembali terjadi pada September hingga akhir tahun ini.

“Beban impor migas kita sangat besar, terutama setelah harga minyak dunia yang naik dan rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar AS. Ekspor nonmigas belum menolong banyak, sehingga defisit neraca perdagangan masih akan terjadi pada September, meskipun cenderung turun,” katanya.

Dia memprediksi, defisit neraca perdagangan Indonesia pada September 2018 masih sekitar US$1 miliar. Selain karena belum termanfaatkannya trade remedies dengan baik, ketergantungan impor bahan baku penolong juga masih membayangi neraca dagang sektor nonmigas.  

Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang Dan Industri Indonesia Shinta W. Kamdani juga memproyeksikan, neraca dagang RI masih akan mencatatkan defisit hingga akhir tahun ini.

Selain karena belum bertajinya kebijakan pajak penghasilan (PPh) impor Pasal 22 untuk menahan impor, eksportir belum terlalu agresif dalam memanfaatkan pasar yang ada.

“Produk Indonesia yang siap diekspor masih terbatas. Jadi ketika pintu ekspor dibuka kembali pascapelonggaran trade remedies, produk kita tidak langsung dapat memanfaatkannya untuk berekspansi,” katanya.

Adapun, Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Aryan Warga Dalam mengatakan, hambatan dagang nontarif di sejumlah negara masih menjadi beban bagi para eksportir. Kendati akses kertas Indonesia ke India dan Australia telah didapatkan, lanjutnya, ekspor produk tersebut belum dapat tumbuh maksimal.

“Australia membebaskan akses coated paper Indonesia, tetapi, ekspor kita juga masih terhambat oleh kebijakan plain packaging rokok di sana. Di India, perizinanya relatif rumit. Belum lagi, ke AS kita masih terhambat oleh tudingan dumping pada produk kami,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Gabungan Pengusaha  Kelapa Sawit Indonesia Togar Sitanggang berpendapat, Indonesia masih memiiki tantangan yang besar untuk mengamankan pasarn eksporya di UE

“Kampanye di Eropa untuk mengecualikan produk minyak kelapa sawit terus bergaung. Hal seperti ini yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Pasalnya, pembebasan akses ke Eropa tak akan terlalu bermanfaat jika permintaan CPO dari kawasan itu terus turun akibat kampanye itu,” jelasnya.

Ketua Cluster Flat Product Asosiasi Besi dan Baja Indonesia Purwono Widodo mengatakan, upaya pemerintah untuk membebaskan produk ekspor RI dari kebijakan trade remedies negara lain belum terlalu berdampak pada ekspor komoditas besi dan baja.

“Besi dan baja memang menjadi komoditas paling sering mendapatkan pembebasan hambatan dagang yang diperjuangkan pemerintah. Namun, sepanjang tahun ini, upaya tersebut belum terlalu berdampak, terlebih produk yang mendapatkan fasilitas tersebut belum diproduksi banyak di Indonesia untuk diekspor,” katanya.

Pelonggaran/Penghentian/Pencabutan Trade Remedies untuk Indonesia pada 2018

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Komoditas                              Negara                        Keputusan    

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Serat poliester bertekstur        Argentina                    Penghentian penyelidikan antidumping

Besi dan baja                           Uni Eropa                    Pembebasan safeguards

Baja karbon da nirkarat           Amerika Serikat          Pembebasan tarif impor 25%

Baut                                        Afrika Selatan             Pengecualian dari BMTPS

Minyak sawit                          Prancis                         Menang gugatan atas iklan minyak sawit

Material BOPP                        Malaysia                      Pembebasan BMAD

Gypsum plasterboard              India                            Pembebasan BMAD

Produk karagenan                   Amerika Serikat          Re-listing produk organik AS

Batang baja dalam gulungan   Australia                      Pembebasan antidumping

Biodiesel                                 Uni Eropa                    Menang gugatan BMAD

Melamin                                  India                            Pembebasan BMAD

Pelat canai panas                     Malaysia                      Pengembalian fasilitas tarif preferensial

Mesin cuci kapasitas besar      Amerika Serikat          Pembebasan safeguards

Kertas lapis                             India                            Pembebasan BMAD

Benang filamen nilon              India                            Pembebasan BMAD

Batang penguat baja               Australia                      Pembebasan BMAD

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah

Ket: BMAD = bea masuk anti dumping, BMTPS = bea masuk tindak pengamanan sementara

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper