Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selamatkan BPJS Kesehatan, YLKI Sarankan Cukai Rokok Naik 57%

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai bahwa salah satu solusi terbaik guna menyelamatkan BPJS Kesehatan selaku operator program JKN dari defisit finansialnya dengan menaikkan cukai rokok hingga sebesar 57%.
Seorang pria memegang kemasan rokok di Paris (25/9/2014)/Istimewa
Seorang pria memegang kemasan rokok di Paris (25/9/2014)/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai bahwa salah satu solusi terbaik guna menyelamatkan BPJS Kesehatan selaku operator program JKN dari defisit finansialnya  dengan menaikkan cukai rokok hingga sebesar 57%. 

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, menilai bahwa apa yang dilakukan pemerintah dengan menyuntik dengan pajak rokok daerah, tidak akan berjalan efektif, karena angka maksimal yang akan dicapai cuma Rp1,1 triliun.

Menurut Tulusm suntikan dari pajak rokok tersebut tidak berarti apa-apa dibandingkan proyeksi defisit total BPJS Kesehatan yang mencapai Rp16,5 triliun. 

"Belum lagi pajak rokok itu haknya pemda, yang seharusnya untuk aspek preventif promotif, bukan kuratif. Sedangkan potensi untuk menaikkan cukai rokok secara regulasi masih terbuka lebar. Berdasarkan UU tentang Cukai, masih bisa digenjot sampai 57%, sementara sekarang rerata cukai rokok nasional baru 38%-40%," ujarnya, Selasa (9/10/2018).

Atas hal tersebut, menurutnya, masih terbuka ruang yang sangat lebar bagi pemerintah untuk menaikkan cukai rokok.

"Sebagian dari dana cukai itulah yang digelontorkan untuk menutup defisit BPJS, bukan pajak rokok daerah," tegasnya.

Potensi Pendapatan

Tulus menilai apabila pemerintah berani menaikkan cukai rokok sampai 57%, sebagaimana mandat UU Cukai, maka potensi pendapatan pemerintah dari cukai akan naik tajam, berkisar Rp200-250 triliun, bahkan bisa Rp300 triliun.

"Tidak seperti sekarang yang hanya Rp148 triliun," ujarnya.

Kemudian, lanjut Tulus, agar tidak mematikan industri rokok kecil, maka kenaikan 57% cukup dikenakan pada industri rokok besar.

"Toh, selama ini yang mengusai pangsa pasar produk rokok, ya industri rokok besar itu, baik industri rokok nasional maupun industri rokok multinasional," tuturnya.

Tulus melihat bahwa enaikan cukai rokok secara signifikan, minimal akan bermanfaat tiga lapis. Pertama, pendapatan pemerintah dari sektor cukai akan meningkat tajam. Kedua, konsumsi rokok di rumah tangga miskin turun drastis. Ketiga, industri rokok besar tidak akan gulung tikar. 

"Saat ini konsumsi rokok di rumah tangga miskin sudah pada level darurat, karena alokasi pendapatan mereka habis untuk membeli rokok," ujarnya.

Dia menyebut, pendapatan dari cukai rokok itulah yang bisa digunakan secara permanen untuk menyuntik BPJS Kesehatan, bukan dari pajak rokok. 

Tulus mengatakan bahwa secara filosofis, alokasi cukai rokok untuk BPJS Kesehatan tidak melanggar regulasi, atau pun etika. "Sebab, cukai adalah sin tax, alias 'pajak dosa' yang dikenakan pada produk yang menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya/konsumen, dan orang lain," ujarnya.

Tekan Penyakit

Tulus menjelaskan, alokasi cukai untuk pengendalian konsumsi, bisa diperuntukkan sisi preventif-promotif, dan juga kuratif. Selain itu, kenaikan cukai rokok akan menekan karakter penyakit akibat rokok, yang selama ini sangat mendominasi pasien/konsumen BPJS Kesehatan

Adapun, selain menaikkan cukai rokok, pemerintah biwa menempuh jalan dengan menaikkan premi atau iuran BPJS Kesehatan. Namun demikian, menurutnya, kenaikan iuran selain tidak populis, juga akan berdampak buruk terhadap konsumen, khususnya peserta mandiri.

Pasalnya, jika iuran/premi naik, mereka akan mangkrak membayar iuran alias nunggak membayar iuran, atau bahkan berhenti sebagai anggota BPJS Kesehatan.

Selain itu, untuk golongan PBI, pemerintah juga harus menambah subsidi. Padahal, peserta PBI sudah mencapai 93 jutaan. Tapi tampaknya pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk menambah subsidi bagi PBI tersebut jika iuran/premi dinaikkan.

"Jadi jika pemerintah tidak punya nyali untuk menaikkan iuran/premi, mengingat ini tahun politik dan atau tidak punya dana untuk menambah subsidi bagi peserta PBI, maka pemerintah harus menyuntik BPJS dengan cara lain yang win win solution, yakni menaikkan cukai rokok," tegasnya.

Menurut Tulus, tanpa dua skenario itu, maka cepat atau lambat sistem JKN akan brangkut, dan BPJS Kesehatan pun collaps.

YLKI lebih mengendors untuk skenario kedua, yakni pemerintah menyuntik dana BPJS Kesehatan, dengan cara menaikkan cukai rokok hingga 57%. 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper