Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Risiko Gejolak Rupiah Diprediksi Masih Panjang Hingga 2020

Gejolak nilai tukar rupiah diperkirakan masih panjang ke depannya, seiring dengan meredanya pengetatan suku bunga AS pada 2020.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA--Gejolak nilai tukar rupiah diperkirakan masih panjang ke depannya, seiring dengan meredanya pengetatan suku bunga AS pada 2020.

Direktur Eksekutif Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi menuturkan bank sentral AS, Federal Reserve, masih ada rencana naikkan suku bunga sampai dengan 2020.

Namun, dia meyakini kenaikannya akan melambat pada 2019 dan 2020.

Selain itu, Federal Reserve (the Fed) berjanji normalisasi neraca asetnya (balance sheet) yang akan dilakukan dengan sangat terukur.

"Artinya dengan normalisasi terukur dan kenaikan subung tidak seperti sebelumnya, kita berharap sampai dengan 2020 tekanan sudah mulai berkruang," ungkap Doddy, Rabu (19/8/2018).

Dengan komunikasi transparan dan lebih mudah diprediksi, serta pasar keuangan yang bisa mengantisipasi, Doddy qyakin gejolak di pasar keuangan bisa mereda atau tidak seperti di awal tahun ini.

"Karena tekanan masih ada sampai 2020, kita harus perbaiki dengan transaksi berjalan," tegas Doddy.

Pasalnya, risiko tetap ada selama negara ini masih dalam posisi net demand terhadap dolar. Oleh karena itu, dia menilai kuncinya ada di upaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

Dalam kondisi saat ini, dia menuturkan depresiasi adalah hal yang niscaya bisa terus terjadi selama neraca pembayaran di dalam negeru masih defisit. 

"Kalau current account kita surplus, itu bisa terapresiasi nilai tukar, tapi selama masih defisit, itu masih akan depresiasi."

Menurutnya, hal yang patut diawasi adalah seberapa cepat depresiasi itu. Jika depresiasi masih sekitar 3%, tingkatnya masih normal. 

Apabila depresiasi nilai tukar sampai 40% seperti Turki, itu baru bahaya. 

"Jadi sampai kapan depresiasinya? Ya, yang terpenting depresiasinya stabil dan sama dengan kebanyakan negara lain," ujar Doddy.

Lebih lanjut, dia percaya kondisi volatilitas rupiah akibat asset rebalancing tidak akan berujung ke arah siklus krisis 10 tahun.

Dia menghimbau agar semua pihak tidak sebatas melihat level rupiah yang dikatakan bisa tembus Rp15.000 per dolar AS.

Kondisi saat ini, kata Doddy, jauh berbeda dibandingkan krisis 1998. Indikator ekonomi, salah satunya inflasi, sudah jauh lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper