Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspada, Harga Minyak Ancaman Baru Neraca Dagang

Harga minyak menjadi ancaman terbesar bagi neraca perdagangan Indonesia ke depannya, melihat besarnya defisit yang ditimbulkan oleh neraca migas sebesar US$1,66 miliar pada Agustus.
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak menjadi ancaman terbesar bagi neraca perdagangan Indonesia ke depannya, melihat besarnya defisit yang ditimbulkan oleh neraca migas sebesar US$1,66 miliar pada Agustus 2018.

Padahal, defisit migas pada periode yang sama tahun lalu hanya US$680 juta. Dengan demikian, defisit neraca migas tersebut merupakan defisit tertinggi selama empat tahun terakhir.

Kepala Ekonom PT Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengungkapkan kombinasi dari rupiah melemah dan harga minyak yang tinggi --minyak Brent sekarang diperdagangkan mendekati level tertinggi 7 tahun dari US$80 per barel-- telah menaikkan nilai impor minyak Indonesia sebesar 51% yoy
menjadi US$5,03 miliar.

Menurutnya, pasar tengah mengantisipasi terobosan signifikan dari pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri dan mempersempit defisit minyak dan perdagangan

"Pembuat kebijakan Indonesia harus waspada karena lebih banyak 'rasa sakit' yang belum datang yakni harga minyak bisa naik lebih lanjut selama musim dingin, atau sebelum akhir tahun, karena AS, Eropa dan Cina kemungkinan akan meningkatkan pembelian minyak mereka," papar Satria, Senin (17/9/2018).

Permintaan yang naik pada musim dingin ini diikuti oleh kondisi di mana tidak ada tambahan pasokan minyak.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2018 mengalami defisit US$1,02 miliar.

Defisit ini lebih rendah jika dibandingkan Juli 2018 yang sebesar US$2,03 miliar.

Nilai defisit ini disebabkan oleh posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar US$15,82 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai neraca impor sebesar sebesar US$16,84 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan defisit ini jauh lebih kecil atau separuhnya dari sebelumnya. BPS berharap neraca perdagangan ke depan dapat kembali surplus.

“Bahwa defisit US$1,02 miliar terjadi defisit di migas US$1,6 miliar, tetapi nonmigasnya masih surplus US$630 juta," ujar Suhariyanto, Senin (17/9), seperti dilansir Bisnis.com.

Sementara itu, berdasarkan tahun kalender, sepanjang Januari hingga Agustus 2018, neraca perdagangan juga mengalami defisit sebesar US$4,09 miliar. Posisi defisit ini disebabkan oleh defisit di neraca migas sebesar US$8,35 miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper