Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Manufaktur Naik 6,13% Sepanjang Januari-Agustus 2018

Ekspor industri pengolahan non migas pada Januari--Agustus 2018 tercatat senilai US$86,64 miliar. Nilai ini tumbuh 6,13% y-o-y dari periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai US$81,63 miliar.
Mobil diparkir di kawasan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) di Jakarta, Rabu (12/9/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Mobil diparkir di kawasan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) di Jakarta, Rabu (12/9/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA--Ekspor industri pengolahan nonmigas pada Januari--Agustus 2018 tercatat senilai US$86,64 miliar. Nilai ini tumbuh 6,13% y-o-y dari periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai US$81,63 miliar.

Berdasarkan paparan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (17/9/2018), ekspor manufaktur pada Agustus 2018 tercatat US$11,78 miliar atau tumbuh tipis 1,75% secara tahunan. Dibandingkan bulan sebelumnya, angka tersebut turun tipis, yaitu 0,48% month to month (m-t-m).

Suhariyanto, Kepala BPS, mengatakan selama Januari-Agustus 2018, kenaikan ekspor sektor industri pengolahan ditopang oleh komoditas besi dan baja. Pada bulan kedelapan, beberapa produk industri pengolahan yang mengalami kenaikan ekspor terbesar pada Agustus (m-t-m) antara lain besi dan baja dengan peningkatan senilai US$32,8 juta dan mesin dan peralatan listrik senilai US$27,9 juta.

"Untuk komoditas yang mengalami penurunan terbesar antara lain karet dan barang dari karet senilai US$47,1 juta, kertas/karton senilai US$40,4 juta, dan berbagai produk kimia senilai US$37,9 juta," ujarnya.

Untuk komoditas besi dan baja, produk utama yang diekspor berupa ferro alloy nickel dengan HS number 72026000. Produk ini banyak dikirim ke China, Korea Selatan, dan Taiwan.

Selain itu, untuk mesin/peralatan listrik, produk yang banyak diekspor berupa telephones for cellular networks or for other wireless dengan HS number 85171200. Tujuan utama ekspor produk ini antara lain ke Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat.

Sementara itu, untuk komoditas yang mengalami penurunan, Suhariyanto menuturkan faktor eksternal global menyebabkan prospek industri berbasis karet menjadi remang. Pasalnya, terdapat kekhawatiran dari perang dagang Amerika Serikat dengan China, serta sektor manufaktur Eropa melambat.

"Akibatnya, permintaan karet dunia menjadi turun," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Maftuh Ihsan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper