Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Petani Meningkat, Belum Tentu Petani Sejahtera

Peningkatan nilai tukar petani dinilai belum tentu sama dengan peningkatan kesejahteraan petani, bahkan bisa jadi peningkatan harga disebabkan oleh kekurangan produksi.
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Menteri BUMN Rini Soemarno (keempat kiri) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (kedua kiri) berdialog dengan petani saat panen raya jagung di Perhutanan Sosial, Ngimbang, Tuban, Jawa Timur, Jumat (9/3/2018)./ANTARA-Zabur Karuru
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Menteri BUMN Rini Soemarno (keempat kiri) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (kedua kiri) berdialog dengan petani saat panen raya jagung di Perhutanan Sosial, Ngimbang, Tuban, Jawa Timur, Jumat (9/3/2018)./ANTARA-Zabur Karuru

Bisnis.com, JAKARTA – Peningkatan nilai tukar petani dinilai belum tentu sama dengan peningkatan kesejahteraan petani, bahkan bisa jadi peningkatan harga disebabkan oleh kekurangan produksi.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengatakan peningkatan NTP pada Agustus belum bisa menolong para petani karena kenaikan harga tidak bisa mengimbangi penurunan produksi. Adapun pengurangan produksi akibat faktor kekeringan dan hama yang menyerang.

“Petani saat ini sedang menikmati harga yang bagus ditengah penurunan produksi. Produksi tersebut sedikit terkompensasi dengan kenaikan harga,” katanya.

Menurutnya meskipun harga gabah kering panen yang diterima oleh petani sedang baik, tapi kalau produksinya juga menurun maka tidak akan berpengaruh banyak pada kesejahteraan petani.

Dwi yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia melakukan riset di 46 kabupaten yang menjadi sentra produksi padi. Hasilnya adalah terjadi peningkatan harga dari bulan Juli—Agustus sebesar Rp284 per kg.

“Agustus itu puncak musim panen kedua, tapi harga GKP naik. Pada Juli Rp4.438 per kg dan Agustus itu Rp4.672 per kg. GKP naik harganya pada panen raya kedua karena ada gangguan produksi,” katanya.

Maka itu, menurutnya bukanlah saat yang tepat bagi pemerintah untuk melepaskan cadangan beras pemerintah pada bulan ini. Dwi menyarankan pelepasan cadangan beras pemerintah pada bulan Oktober ketika panen sudah selesai dan petani beralih menjadi konsumen pada umumnya.

Dwi menegaskan meski beras yang dilepas adalah untuk mengintervensi tingkat konsumen, sedikit banyak pasti akan ikut menekan sampai ke tingkat petani yaitu gabah kering panen.

“Kalau harga pertanian menurun pasti NTP menurun. Memang dominannya adalah padi, sehingga NTP ini berkorelasi dengan padi dan beras,” pungkasnya.

 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper