Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Properti : Marak Batasi Pembeli Asing

Dalam beberapa pekan terakhir dunia dikabarkan dengan kebijakan pembatasan dan larangan investor asing masuk ke dalam sektor properti seperti yang dilakukan oleh Malaysia dan Selandia Baru.
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan gedung bertingkat di Bekasi, Jawa Barat/JIBI-Dwi Prasetya
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan gedung bertingkat di Bekasi, Jawa Barat/JIBI-Dwi Prasetya
Bisnis.com, JAKARTA - Dalam beberapa pekan terakhir dunia dikabarkan dengan kebijakan pembatasan dan larangan investor asing masuk ke dalam sektor properti seperti yang dilakukan oleh Malaysia dan Selandia Baru.
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad melarang warga negara asing untuk membeli properti di megaproyek Forest City dan mengatakan tidak akan memberikan izin visa untuk tinggal di sana.
"Secara objektif karena proyek tersebut dibangun untuk warga negara asing, bukan untuk warga negara Malaysia, mayoritas masyarakat Malaysia tidak mampu membeli unit tersebut," ujar Mahathir, seperti dikutip Bloomberg, Minggu (2/8/2018).
Forest City merupakan megaproyek yang dibangun di empat pulau buatan di Malaysia yang digarap oleh pengembang asal China, Country Garden, dengan total investasi mencapai US$100 miliar atau sekitar Rp1.313 triliun.
Proyek tersebut akan dibangun hunian vertikal, pusat perbelanjaan, resor, hotel, perkantoran, taman, hingga destinasi wisata diatas lahan sekitar 59.100 hektare yang dapat menampung sekitar 700.000 penduduk.
Forest City secara spesifik menargetkan pembeli asing terutama dari China dan yang kemudian menargetkan pembeli dari Singapura, Thaliand, Dubai, dan Indonesia.
Forest City pertama kali diluncurkan di China dan mendapatkan  respon yang sangat positif dengan lebih dari 1.000 pembeli asal China membayar booking fee dua kali lipat dari harga yang dibeli oleh masyarakat Malaysia itu sendiri, sehingga pengembang mengalihkan fokus penjualannya kepada warga negara asing lainnya setelah Malaysia menunjukan kekhawatirannya atas agresifnya respon pembeli dari China.
Pengembang Country Garden mengaku pembangunan Forest City telah mematuhi semua undang-undang dan peraturan yang ada untuk menjualnya ke pembeli asing.
Menurut Country Garden, larangan Mahathir yang secara tiba-tiba tersebut bertolak belakang dengan program pemerintah Malaysia tentang kepemilikan rumah untuk warga negara asing, yaitu Malaysia's My Second Home.
Program tersebut mengizinkan orang asing yang kaya untuk tinggal di negara-negara Asia Tenggara menggunakan izin visa tinggal yang lama dengan warga negara China menjadi kelompok peserta terbesar dari program tersebut.
Hampir sama dengan Malaysia, belum lama ini Selandia Baru mengeluarkan larangan warga negara asing untuk membeli hunian sekunder.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan hal tersebut dilakukan untuk menekan pertumbuhan harga rumah dan mengurangi tingkat tunawisma yang tinggi.
"Ini adalah untuk menunjukan komitmen pemerintah dalam mewujudkan impian memiliki rumah bagi banyak masyarakat Selandia Baru," ujar Jacinda, seperti dikutip Reuters, Minggu (2/8/2018).
Isu tentang kepemilikan hunian bagi warga negara asing mengundang kecaman dalam beberapa tahun terakhir bertepatan dengan krisis rumah yang terjadi di Selandia Baru.
Seperti contohnya di Kota Auckland, kenaikan harga rumah mencapai dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir dan meningkat lebih dari 60% secara nasional.
Walaupun demikian, Pemerintah Selandia Baru masih mengizinkan warga negara asing untuk membeli rumah hanya saja khusus untuk unit apartemen primer atau yang baru dibangun.
Menurut Statistik Selandia Baru, mayoritas pembeli asing berasal dari China dan Australia. Namun, Pemerintah Selandia Baru mengatakan larangan tidak berlaku untuk warga negara Australia dan sedang dalam proses negoisasi dengan Singapura, yang telah memilki perjanjian perdagangan bebas dengan Selandia Baru sebelumnya termasuk kepemilikan asing.
Kepala Departemen Riset Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan kontradiktif dengan kondisi yang ada di beberapa negara lain dengan melarang investor asing, Indonesia justru sedang mendorong banyak investor asing untuk masuk berinvestasi.
"Malah Indonesia sedang mendorong investasi asing, begitu juga pengembang lokalnya, karena mereka kan perlu mitra kerja, baik itu dari segi keuangan atau segi keahlian dan dalam waktu dekat saya rasa juga tidak akan begitu[ada pelarangan]," ujar Anton.
Selama ini, kata Anton, pengembang lokal sudah menyeimbangkan antara mengundang pembeli asing untuk masuk tetapi juga tidak melupakan asas keadilan bagi masyarakat Indonesia untuk tetap memiliki kesempatan mendapatkan hunian.
Anton mengatakan pemerintah harus kembali mengkaji perarturan terkait kepemilikan hunian bagi warga negara asing.
"Kalau menurut saya, regulasinya coba harus diperhatikan, dikaji, dan kalau ada loop hole coba diperbaiki lagi, sehingga kalau nanti suatu saat Indonesia masuk ke dalam keadaan asing terlalu banyak masuk menguasai hunian, tidak akan ketar-ketir lagi," kata Anton.
Di Indonesia sesuai dengan perarturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 29 Tahun 2016 (Permen ATR No.29/ 2016) warga negara asing (WNA) memiliki kesempatan untuk memiliki hunian di Indonesia.
Dalam perarturan tersebut disebutkan WNA bisa mempunyai properti hunian rumah maupun apartemen jika status kepemilikan merupakan hak pakai dengan minimum harga jual disesuaikan dengan daerah masing-masing dan merupakan rumah primer atau rumah baru dibangun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper